Pemerintah Indonesia mempercepat penyelesaian sejumlah perjanjian dagang guna meredam dampak kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang mulai berlaku 7 Agustus 2025. Tarif tersebut memukul produk ekspor RI dengan bea masuk hingga 19%.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan strategi ini bertujuan memperluas pasar ekspor, tak hanya ke negara tradisional seperti AS, China, India, dan Jepang, tetapi juga ke pasar nontradisional seperti Afrika dan Amerika Latin. Target ekspor nasional 2025 dipatok tumbuh 7,10% atau senilai US$294,45 miliar.
Kinerja ekspor RI sendiri menunjukkan tren positif. Pada Juni 2025, ekspor tercatat US$23,44 miliar, naik 11,29% dari tahun lalu. Secara kumulatif semester I/2025, ekspor mencapai US$135,41 miliar atau tumbuh 7,7% yoy, didorong kenaikan ekspor nonmigas sebesar 8,96%.
Lima Perjanjian Strategis
Kemendag menargetkan lima perjanjian dagang rampung tahun ini:
- Indonesia–Canada CEPA
- Indonesia–Peru CEPA (IP-CEPA), penandatanganan 11 Agustus 2025 bersamaan dengan kunjungan Presiden Peru Dina Boluarte ke Indonesia
- Indonesia–Uni Eropa CEPA (IEU–CEPA)
- Indonesia–Eurasian Economic Union FTA (IEAEU–FTA)
- Indonesia–Tunisia PTA
IEU–CEPA diproyeksikan mendongkrak surplus perdagangan RI–UE yang pada semester I/2025 sudah mencapai US$3,79 miliar, bahkan sebelum perjanjian berlaku. Pasar UE dinilai potensial dengan populasi lebih dari 400 juta jiwa.
Respons Dunia Usaha
Apindo menyambut positif langkah percepatan ini, menilai perjanjian dagang sebagai peluang memperluas pasar dan investasi. Mereka sudah membentuk kelompok kerja untuk mengoptimalkan implementasi begitu perjanjian ditandatangani.
Kadin juga optimistis, khususnya untuk pasar Eropa yang mirip AS dalam permintaan komoditas seperti alas kaki, tekstil, garmen, elektronik, dan CPO. Selain membuka peluang ekspor, perjanjian ini juga diprediksi menekan biaya bahan baku seperti gandum, kapas, dan kedelai.
Pandangan Ekonom
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai langkah ini strategis di tengah kebijakan perdagangan AS yang sulit diprediksi. Ia mengingatkan, manfaat perjanjian dagang hanya optimal jika daya saing dan diversifikasi produk RI meningkat, agar pasar domestik tak dibanjiri produk impor.
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()