Begini Solusi Agar Harga Tiket Pesawat Tidak Melambung Tinggi

avatar
· 阅读量 39
Begini Solusi Agar Harga Tiket Pesawat Tidak Melambung Tinggi
Foto: Freepik
Jakarta

Harga tiket pesawat di Indonesia sedang meroket. Pemerintah sendiri sampai membentuk Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan sebetulnya penurunan tiket pesawat bisa dilakukan dengan mudah oleh pemerintah. Hal itu dilakukan dengan cara memangkas beban biaya yang membebani maskapai, khususnya sederet beban pajak.

Alvin menjelaskan selama ini maskapai dibebankan sederet pajak dan pungutan. Mulai dari urusan bahan bakar misalnya, dalam pembelian avtur banyak sekali beban tambahan yang mesti dibayar. Mulai dari PNBP 0,25% oleh BPH Migas, PPN 11% untuk avtur domestik, hingga throughput fee yang diberikan ke pengelolaan bandara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian untuk mendatangkan pesawat ataupun suku cadangnya maskapai dibebani sederet pajak hingga bea masuk.

Sementara itu ketika maskapai menjual tiket kepada masyarakat, masih harus ditambah biaya PPN 11%, biaya asuransi Jasa Raharja, dan juga biaya Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang dibayarkan ke pengelola bandara.

ADVERTISEMENT

"Kalau mau turunkan harga tiket, pangkas beban dan biaya, dan pajaknya itu otomatis akan turun. Kalau tiket domestik dibebaskan PPN 11% aja, langsung turun pasti harga tiket," beber Alvin Lie kepada detikcom, Rabu (17/7/2024).

Menurutnya Kementerian Keuangan seharusnya bisa mengotak-atik kebijakan PPN untuk pembelian avtur dan tiket. Sementara itu Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian bisa mengatur ulang kebijakan pajak dan bea masuk untuk komponen suku cadang pesawat.

Mantan anggota Ombudsman itu mengatakan semua pihak juga tidak bisa hanya menyalahkan maskapai. Bahkan untung mendapatkan untung saja, sejauh ini tarif batas atas dan bawah penerbangan belum pernah disesuaikan sejak 2019, meskipun sempat ada keringanan fuel surcharge beberapa kali karena naiknya harga avtur.

"Kalau dari airline sudah habis-habisan sejak 2019 tarifnya mereka nggak bokeh naik. Ini malah PJP2U sudah naik dua kali," kata Alvin.

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo juga sepaham dengan Alvin Lie. Dia menilai memang butuh dorongan politik alias political will dari pemerintah pada sektor penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawat.

Menurutnya, sektor penerbangan di negara lain pun banyak mendapatkan keringanan. Tidak seperti Indonesia yang justru terkena banyak beban. Gatot menilai keringanan beban-beban pajak, bea masuk, dan kemudahan proses impor pesawat dan spareparts harusnya diberikan pemerintah.

"Sebenarnya secara garis besar itu terkait political will dari pemerintah terhadap sektor penerbangan. Di negara lain, sektor transportasi udara ini dianggap sebagai sektor yang sangat penting sehingga mendapat perlakuan khusus," kata Gatot saat dihubungi detikcom.

Gatot mengatakan pemerintah tak perlu khawatir kehilangan penerimaan negara dengan adanya keringanan pajak ataupun bea masuk. Pasalnya, sektor transportasi macam bisnis penerbangan dapat memberikan efek ekonomi yang besar ke berbagai sektor.

"Memang pemerintah akan kehilangan pendapatan dari pajak dan bea masuk. Tapi pemerintah bisa mendapatkan pemasukan dari trickle down effect penerbangan misalnya dari pariwisata, perdagangan, dan lain-lain. Ini bisa dilihat misalnya di Singapura, Dubai, dan lain-lain," papar Gatot.

Dia juga yakin bila ada dorongan politik dari pemerintah untuk meringankan industri penerbangan, bukan tidak mungkin tiket pesawat bisa turun harganya. Ujungnya, masyarakat luas yang akan menjadi penumpang juga yang mendapatkan keuntungan.

"Kalau ada political will tersebut, biaya-biaya penerbangan akan lebih rendah dan tentu saja akan berimbas pada harga tiket," tegas Gatot.

Solusi Pamungkas Bila Mau Tiket Pesawat Tak Lagi Meroket

Harga tiket pesawat di Indonesia sedang meroket. Pemerintah sendiri sampai membentuk Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan sebetulnya penurunan tiket pesawat bisa dilakukan dengan mudah oleh pemerintah. Hal itu dilakukan dengan cara memangkas beban biaya yang membebani maskapai, khususnya sederet beban pajak.

Alvin menjelaskan selama ini maskapai dibebankan sederet pajak dan pungutan. Mulai dari urusan bahan bakar misalnya, dalam pembelian avtur banyak sekali beban tambahan yang mesti dibayar. Mulai dari PNBP 0,25% oleh BPH Migas, PPN 11% untuk avtur domestik, hingga throughput fee yang diberikan ke pengelolaan bandara.

Kemudian untuk mendatangkan pesawat ataupun suku cadangnya maskapai dibebani sederet pajak hingga bea masuk.

Sementara itu ketika maskapai menjual tiket kepada masyarakat, masih harus ditambah biaya PPN 11%, biaya asuransi Jasa Raharja, dan juga biaya Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang dibayarkan ke pengelola bandara.

"Kalau mau turunkan harga tiket, pangkas beban dan biaya, dan pajaknya itu otomatis akan turun. Kalau tiket domestik dibebaskan PPN 11% aja, langsung turun pasti harga tiket," beber Alvin Lie kepada detikcom, Rabu (17/7/2024).

Menurutnya Kementerian Keuangan seharusnya bisa mengotak-atik kebijakan PPN untuk pembelian avtur dan tiket. Sementara itu Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian bisa mengatur ulang kebijakan pajak dan bea masuk untuk komponen suku cadang pesawat.

Mantan anggota Ombudsman itu mengatakan semua pihak juga tidak bisa hanya menyalahkan maskapai. Bahkan untung mendapatkan untung saja, sejauh ini tarif batas atas dan bawah penerbangan belum pernah disesuaikan sejak 2019, meskipun sempat ada keringanan fuel surcharge beberapa kali karena naiknya harga avtur.

"Kalau dari airline sudah habis-habisan sejak 2019 tarifnya mereka nggak bokeh naik. Ini malah PJP2U sudah naik dua kali," kata Alvin.

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo juga sepaham dengan Alvin Lie. Dia menilai memang butuh dorongan politik alias political will dari pemerintah pada sektor penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawat.

Menurutnya, sektor penerbangan di negara lain pun banyak mendapatkan keringanan. Tidak seperti Indonesia yang justru terkena banyak beban. Gatot menilai keringanan beban-beban pajak, bea masuk, dan kemudahan proses impor pesawat dan spareparts harusnya diberikan pemerintah.

"Sebenarnya secara garis besar itu terkait political will dari pemerintah terhadap sektor penerbangan. Di negara lain, sektor transportasi udara ini dianggap sebagai sektor yang sangat penting sehingga mendapat perlakuan khusus," kata Gatot saat dihubungi detikcom.

Gatot mengatakan pemerintah tak perlu khawatir kehilangan penerimaan negara dengan adanya keringanan pajak ataupun bea masuk. Pasalnya, sektor transportasi macam bisnis penerbangan dapat memberikan efek ekonomi yang besar ke berbagai sektor.

"Memang pemerintah akan kehilangan pendapatan dari pajak dan bea masuk. Tapi pemerintah bisa mendapatkan pemasukan dari trickle down effect penerbangan misalnya dari pariwisata, perdagangan, dan lain-lain. Ini bisa dilihat misalnya di Singapura, Dubai, dan lain-lain," papar Gatot.

Dia juga yakin bila ada dorongan politik dari pemerintah untuk meringankan industri penerbangan, bukan tidak mungkin tiket pesawat bisa turun harganya. Ujungnya, masyarakat luas yang akan menjadi penumpang juga yang mendapatkan keuntungan.

"Kalau ada political will tersebut, biaya-biaya penerbangan akan lebih rendah dan tentu saja akan berimbas pada harga tiket," tegas Gatot.

(hal/rrd)

风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。

FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest