
Khairil Anam adalah salah satu kisah transmigran yang gigih dalam memperjuangkan lingkungan. Ketika memberi pada kelestarian lingkungan, maka akan mendapatkan lebih dari lingkungannya.
Budidaya jeruk sudah menjadi kemampuan bertani turun temurun dari masyarakat Bali tepatnya di kawasan desa-desa Singaraja ke arah timur. Sedangkan Singaraja ke bawah, kebanyakan bertanam anggur. Pada tahun 1987, transmigrasi bedhol desa membawa sanak famili Khairil ke Desa Air Talas, Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Kawasan ini merupakan Ring 3 PT. Pertamina Hulu Rokan Zona 4 Limau Field. Para petani ini dibekali lahan 2 hektar untuk berkebun sawit. Banyak dari para transmigran ini sukses meski dengan perjuangan cukup panjang ketika lahan sawit belum menghasilkan dan akhirnya menghasilkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 2000 saya ikut paman saya untuk transmigrasi kerena kebun sawitnya sukses. Waktu itu di Bali juga sedang sulit ekonomi," kata Khairil dalam keterangannya dikutip Sabtu (27/7/2024).
Sama seperti petani lainnya, ia pun bertanam sawit. Selain itu, para petani bali ini kembali menekuni kemampuan turun temurun yaitu budidaya jeruk untuk menambah penghasilan. Panen sawit memang sepanjang tahun, namun puncak panen hanya 4 bulan saja dengan hasil 2,5 ton-3 ton/hektar.
Di luar 4 bulan, hanya mendampat 200-300kg sehingga tak mencukupi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, masyarakat menanam jeruk. Para petani memanfaatkan lahan tidur atau lahan-lahan yang tidak ditanami sawit. Mereka rata-rata memiliki 500-600 batang jeruk.
Air Talas menjadi pemasok jeruk untuk kawasan Sumatera Selatan khususnya, hingga menyebar ke beberapa kota. Bibitnya dibawa langsung dari Bali. Namun petaka itu datang. CVPD menyerang. Gara-gara ada yang membeli bibit dari penjual yang ternayata sudah membawa virus. Penyakit ini cepat menyebar.
Khairil mulai menanam jeruk pada tahun 2003, 3 tahun setelah ia menetap di Air Talas. Semua berjalan lancar. Sejumlah 600 batang tanaman jeruk sudah siap dipanen. Pedagang sudah menawar Rp 76 juta sampai 15 hari sebelum panen, tiba-tiba semua tanaman menguning. Jeruk yang sebentar lagi siap petik, berjatuhan. CVPD merenggut mimpi panen itu sehingga tak bersisa.
"Saya sampai kehilangan arah rasanya," kenang Khairil.
Selama 9-10 tahun, petani Air Talas tidak lagi menanam jeruk untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Pasokan jeruk pun terhenti.
Tahun 2012, petani mulai menanam kembali dan bisa panen umur 3-4 tahun. Kejayaan jeruk pun kembali. Namun tidak berlangsung lama. Tahun 2017, petaka itu kembali menghancurkan lahan jeruk petani Air Talas, termasuk milik Khairil. Kali ini penyebabnya jamur upas.
Jamur bisa dikendalikan dengan fungisida. Penggunakan pestisida yang masif pun dimulai. Dari sinilah, Khairil mulai memikirkan tentang agen pengendali hayati yaitu Trichoderma.
Baca halaman berikutnya soal tanah menjadi rusak..
作者:Mega Putra Ratya -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo
加载失败()