
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan tiga dampak buruk imbas rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024.
Kepala Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho, mengatakan dampak buruk yang pertama dari rencana kebijakan itu adalah hilangnya potensi ekonomi sebesar Rp 182,2 triliun. Hilangnya potensi ekonomi ini belum termasuk dampak dari pasal 'bermasalah' dalam PP 28/2024 dan RPMK lainnya.
"Jadi kurang lebih kalau kemarin perhitungan kami kan hilangnya Rp 182,2 triliun (imbas aturan kemasan rokok tanpa merek)," kata Andry kepada detikcom, ditulis Senin (4/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemasan polos mendorong down trading hingga switching ke rokok ilegal lebih cepat, berdampak pada permintaan produk legal sebesar 42,09%," terangnya lagi.
Jika memperhitungkan kerugian negara imbas pasal-pasal lain dalam kebijakan ini seperti pembatasan penjualan di sekitar institusi pendidikan dan pembatasan iklan rokok, maka total potensi ekonomi yang hilang mencapai Rp 306 triliun atau setara 1,5% dari PDB.
"Jika tiga skenario (kemasan rokok polos, pembatasan penjualan, dan larangan iklan) dijalankan dampak ekonomi yang akan hilang setara Rp 308 triliun atau 1,5% dari PDB," ucapnya.
Kedua, pemerintah dapat kehilangan pendapatan dari pajak hingga Rp 95,6 triliun imbas rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek tersebut. Ini merupakan peluang penurunan pendapatan negara terbesar dibandingkan dampak dari pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024 dan RPMK lainnya.
Sebab untuk potensi penurunan penerimaan pajak imbas penerapan larangan berjualan di sekitar lingkungan pendidikan berada di Rp 43,5 triliun. Sedangkan dari pembatasan iklan rokok berpotensi menghilangkan pendapatan pajak sebesar Rp 21,5 triliun.
Ketiga, aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dapat berimbas terhadap 1.221.424 pekerja. Sebab dengan berlakunya aturan kemasan rokok tanpa merek ini dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal dalam negeri yang secara langsung membatasi pertumbuhan produsen rokok legal.
Kemudian untuk aturan terkait larangan berjualan 200 m dari satuan pendidikan formal berdampak pada 33,08% dari total ritel. Sehingga aturan ini akan berdampak terhadap 734.799 pekerja.
Sedangkan untuk aturan Pembatasan iklan rokok dapat menurunkan permintaan jasa periklanan hingga 15%. Sehingga kehadiran aturan ini dapat mempengaruhi 337.735 pekerja.
"Jika tiga skenario (kemasan rokok polos, pembatasan penjualan, dan larangan iklan) dijalankan maka akan ada potensi 2,3 juta orang yang pekerjaannya terdampak atau 1,6% dari total penduduk bekerja," ungkapnya.
Sehingga menurut Andry kebijakan kemasan rokok polos tidak cocok untuk Indonesia seperti beberapa negara di dunia lainnya. Sebab sebagian besar negara yang menerapkan aturan itu pada dasarnya bukanlah negara penghasil tembakau ataupun menerima pajak besar dari rokok.
"Mayoritas negara dengan kebijakan kemasan polos bukanlah produsen tembakau, dan kontribusi sektor tembakau terhadap penerimaan pajak relatif kecil (rata-rata 1%)," pungkas Andry.
(fdl/fdl)作者:Ignacio Geordi Oswaldo -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo
加载失败()