
IDXChannel – Kinerja sejumlah saham sektor konsumer masih bertahan menghadapi dinamika makro ekonomi domestik dan global.
Inflasi yang relatif stabil ditambah pergeseran perilaku konsumen menjadi tantangan baru sektor konsumer. Terlebih saat Indonesia masuk dalam era kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang diterapkan mulai Januari 2025.
Melihat rapor kuartal III-2024, pendapatan usaha beberapa emiten konsumer terbilang variatif mulai dari PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICPB), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), hingga PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Berdasarkan laporan kinerja beberapa emiten konsumer triwulan tiga, performa dari sisi topline secara umum terjadi seiring pertumbuhan volume pembelian, daripada peningkatan frekuensi belanja.
Riset Ciptadana Sekuritas Asia bertajuk Consumer: A Shelter in times of uncertainty’, pada Rabu (20/11/2024), mencatat hal tersebut sebagai cerminan upaya konsumen dalam menyesuaikan pengeluaran mereka dalam menghadapi tekanan inflasi.
Di tengah bayang-bayang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen, pasar masih mengantisipasi dampak ini terhadap daya beli masyarakat, terutama jika disertai dengan penyesuaian upah minimum yang lebih rendah dari ekspektasi.
“Risikonya adalah penyesuaian upah minimum yang lebih rendah dari yang diharapkan, lonjakan biaya produksi, kenaikan PPN, depresiasi USD/IDR,” tulis Equity Research Analyst Ciptadana Sekuritas Asia, Putu Chantika Putri, Rabu (20/11/2024).
Putri menyoroti pergeseran perilaku belanja sebagai strategi konsumen untuk menghemat uang, dengan preferensi ke produk yang lebih murah.
Kendati inflasi Oktober masih relatif stabil yang memutus tren deflasi sejak Mei, Puti mencatat hal ini belum mencerminkan pemulihan daya beli yang signifikan, dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,9 persen year-on-year (yoy) pada triwulan tiga.
Angka tersebut dinilai masih stagnan dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 4,93 persen yoy.
Pertumbuhan justru didorong oleh produk kebutuhan pokok seperti makanan segar dan produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang mencakup makanan, minuman, perawatan pribadi, dan kebersihan rumah.
Kontribusi terbesar konsumsi datang dari kelompok rumah tangga berpenghasilan tinggi, sementara kelompok menengah dinilai masih berjuang menghadapi tekanan ekonomi.
Di sisi lain, depresiasi rupiah hingga Rp15.697 per USD juga menambah tantangan bagi sektor konsumer, terutama bagi perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor.
Dengan adanya tekanan dari kenaikan harga minyak dunia, dan penyesuaian harga bahan bakar nonsubsidi pada November 2024, maka sektor ini menghadapi risiko lonjakan biaya produksi yang signifikan.
“Ekonom kami memperkirakan tren inflasi akan terus berlanjut karena momen pemilihan umum daerah (pilkada) yang akan datang, dan potensi kenaikan harga beras, dan musim perayaan,” ujarnya.
Namun, sektor konsumer tetap memiliki peluang. Para pelaku usaha dengan posisi pasar domestik yang kuat dan kontribusi ekspor yang signifikan berpeluang dapat memanfaatkan peluang pertumbuhan.
Tren pengeluaran rumah tangga yang tumbuh 7 persen yoy pada triwulan tiga saat ini memberikan angin segar. Meski begitu, laju penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) ke level 121,1 pada Oktober 2024 masih menunjukkan kecemasan masyarakat terhadap lapangan pekerjaan.
Overweight, Mana Saja Emiten yang Diuntungkan?
Putri memberikan rating sektor konsumer ‘Overweight’. Emiten sektor konsumer diestimasi dapat menghasilkan pertumbuhan laba full-year 2024 dan 2025 di kisaran masing-masing 18 dan 14 persen yoy.
“Kami beri peringkat Overweight pada sektor konsumer, dengan ICBP dan MYOR sebagai pilihan utama kami karena kami memperkirakan fokus pemerintah pada percepatan pemulihan ekonomi akan bertindak sebagai katalis positif bagi konsumsi domestik dan pertumbuhan volume yang kuat,” tutur dia.
Rekomendasi Buy tertuju pada ICBP, MYOR, INDF, dan CMRY. Sementara Sell hanya terhadap UNVR.
Beberapa target price (TP) emiten tersebut: CMRY (Rp6.200), MYOR (Rp3.200), INDF (Rp8.500), ICBP (Rp14.000), dan UNVR (Rp2.000).
Posisi UNVR dinilai masih terdampak oleh boikot produk, pengurangan stok, hingga latar belakang makro yang lemah.
“Kami memperkirakan pendapatan UNVR akan tetap berada pada lintasan negatif, menurun sebesar 9,5 persen pada full year 2024,” katanya.
(DESI ANGRIANI)
作者:20/11/2024 19:48 WIB,文章来源Idxchannel,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo
加载失败()