Tantangan Industri Telekomunikasi: Prospek TLKM, ISAT, dan EXCL

avatar
· 阅读量 28
Tantangan Industri Telekomunikasi: Prospek TLKM, ISAT, dan EXCL
Tantangan Industri Telekomunikasi: Prospek TLKM, ISAT, dan EXCL. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Industri telekomunikasi Indonesia menghadapi tantangan besar di 2024, termasuk bagi perusahaan menara dan penyedia jaringan serat optik.

Riset terbaru dari Verdhana Sekuritas, yang dirilis pada 18 Februari 2025, menyoroti persaingan ketat di sektor seluler yang berdampak negatif terhadap penyedia infrastruktur pasif.

Baca Juga:
Tantangan Industri Telekomunikasi: Prospek TLKM, ISAT, dan EXCL Presdir & CEO Indosat Serok 1,16 Juta Saham ISAT

Menurut Verdhana, tanpa adanya perbaikan pasar, peningkatan kualitas jaringan internet seluler maupun fixed broadband sulit terwujud.

Berdasarkan perbandingan dengan negara lain di kawasan Asia, Indonesia masih tertinggal dalam beberapa aspek, seperti pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU), kecepatan internet tetap (fixed broadband), dan kecepatan internet seluler.

Baca Juga:
Tantangan Industri Telekomunikasi: Prospek TLKM, ISAT, dan EXCL Telkom (TLKM) Punya Strategi Baru Kembangkan Digitalisasi Bisnis UKM

Selain itu, rasio EBITDA terhadap aset menunjukkan tren menurun pada Telkomsel, sementara XL Axiata mulai stagnan. Hanya Indosat yang menunjukkan peningkatan, meskipun ada indikasi tren ini bisa mendatar dalam jangka menengah.

Strategi Perbaikan Pasar

Baca Juga:
Tantangan Industri Telekomunikasi: Prospek TLKM, ISAT, dan EXCL Kinerja 2024 Ciamik, Bagaimana Peluang Saham XL Axiata (EXCL)? 

Verdhana Sekuritas menilai bahwa perbaikan pasar sangat penting untuk keberlanjutan sektor telekomunikasi.

Operator diharapkan lebih fokus pada profitabilitas ketimbang sekadar mengejar pangsa pasar.

“Hal ini berlaku baik di wilayah Jawa maupun di luar Jawa. Kami menilai bahwa basis pendapatan yang lebih besar dan terus tumbuh akan lebih menguntungkan bagi para stakeholder (pemangku kepentingan) dibandingkan sekadar pangsa pasar,” kata analis Verdhana.

Selain itu, kenaikan ARPU (Average Revenue Per User) dinilai lebih efektif dibanding sekadar menambah jumlah pelanggan, mengingat ARPU Indonesia masih lebih rendah dibanding negara-negara Asia lainnya.

Dalam industri telekomunikasi, ARPU sering digunakan untuk mengukur profitabilitas operator seluler atau penyedia layanan internet. Perhitungannya biasanya dilakukan dengan membagi total pendapatan dengan jumlah pelanggan aktif.

Persaingan yang ketat telah menyebabkan harga starter pack menjadi terlalu murah, yang berdampak pada tingginya angka perpindahan pelanggan.

Beberapa paket ultra murah bahkan menawarkan 10-12GB hanya seharga sekitar USD1 (Rp16.300), jauh di bawah ARPU rata-rata operator. Untuk mengatasi hal ini, Verdhana merekomendasikan kenaikan harga starter pack menjadi sekitar Rp30.000-40.000 dengan kuota 3-5GB.

Operator juga disarankan menyederhanakan variasi paket data guna menciptakan persaingan yang lebih sehat. Saat ini, terlalu banyak pilihan paket membuat lanskap kompetisi semakin kompleks.

Sementara itu, di luar Jawa, Telkomsel tetap menjadi pemimpin pasar dengan harga premium. Verdhana menilai bahwa harga premium tersebut sebaiknya tetap berada di kisaran 15-20 persen lebih tinggi dibanding pesaing agar tetap kompetitif sekaligus meningkatkan pendapatan.

Tanpa adanya langkah-langkah perbaikan ini, Verdhana Sekuritas memperkirakan sektor telekomunikasi Indonesia masih akan tertinggal dibanding indeks pasar Tanah Air yang lebih luas.

Valuasi dan Risiko Saham

Verdhana Sekuritas menilai valuasi saham operator telekomunikasi masih menarik, terutama dengan proyeksi pemulihan profitabilitas seiring dengan perbaikan pasar.

Untuk saham Telkom (TLKM), target harga ditetapkan di Rp4.100, dengan estimasi rasio EV/EBITDA 2025F di 5,4x (kali) dari posisi saat ini di 3,8x. Risiko utama yang perlu diwaspadai adalah perlambatan pertumbuhan lalu lintas (traffic) data serta potensi perang harga yang bisa menekan margin.

Sementara itu, Indosat (ISAT) memiliki target harga Rp3.600, dengan proyeksi EV/EBITDA 2025F di 7,0x dibanding posisi saat ini di 4,0x. Tantangan yang dihadapi termasuk daya beli masyarakat dan proses integrasi jaringan pasca-merger dengan Hutchison.

Kemudian, XL Axiata (EXCL) ditargetkan pada harga Rp2.600, dengan estimasi EV/EBITDA 2025F sebesar 4,1x dibanding posisi saat ini di 3,9x. Risiko yang perlu dicermati meliputi kenaikan biaya operasional serta perlambatan pertumbuhan pelanggan. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。

FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest