- Kurs Rupiah Indonesia semakin terpuruk terhadap Dolar AS setelah Trump mengenakan tarif balasan 32% kepada Indonesia.
- Pasar khawatir terhadap kebijakan tarif AS akan memicu perlambatan ekonomi global, bahkan berpotensi resesi dan stagflasi di AS.
- Fokus investor tertuju pada data Nonfarm Payrolls AS, menyusul lonjakan PHK dan Klaim Tunjangan Pengangguran.
Pada hari Jumat, Kurs Rupiah Indonesia (IDR) masih terus diperdagangkan melemah terhadap Dolar AS (USD) siang ini di sesi Asia/awal sesi Eropa, kursnya tengah bergerak di sekitar 16.670. Pasangan mata uang USD/IDR turun setelah sempat mencapai tertinggi dalam perdagangan harian di 16.745, masih menguat 0,36% pada saat berita ini ditulis.
Sementara itu Dolar AS (USD) tampak tengah mengerem penurunan tajam yang terjadi dua hari sebelumnya, dengan Indeks Dolar (AS) – yang merupakan pengukur Greenback terhadap enam mata uang utama lainnya – kini di sekitar 101,97 setelah Presiden AS Donald Trump menyampaikan pengumuman tarif resiprokal terhadap puluhan negara pada hari Rabu dini hari di Rose Garden, Gedung Putih. Ia menyebutkan tarif timbal balik setidaknya 10% pada semua barang impor.
Dalam perintah eksekutif yang ditandatanganinya baru-baru ini, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan alasan kekecewaannya terhadap kebijakan tarif Indonesia dalam perdagangan internasional. Dalam dokumen tersebut disebutkan, Indonesia mengenakan tarif sebesar 30% untuk etanol, jauh di atas tarif AS yang hanya 2,5%.
Sebagai respons, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan menegaskan komitmennya untuk terus memantau dan mengantisipasi dampak dari kebijakan tarif balasan Trump yang ditetapkan mencapai 32%.
“Pemerintah akan senantiasa memantau sekaligus memitigasi potensi dampak negatif dari kebijakan tersebut,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, kepada CNBC Indonesia.
Deni menambahkan, kebijakan tarif Trump ini memang ditujukan kepada negara-negara dengan defisit perdagangan besar dan tariff gap – selisih tarif lebih tinggi dibandingkan yang dikenakan AS. Meski Indonesia berada di urutan ke-15 sebagai negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS pada 2024, sebilai US$19,3 miliar – dinilai masih kecil dibandingkan negara lain.
Kebijakan baru Trump ini pun langsung memicu kekhawatiran di pasar. Para analis menilai, tarif baru ini bisa memperlambat laju ekonomi global, bahkan AS sendiri bisa terdorong masuk ke jurang resesi. Jika itu terjadi, bukan tidak mungkin dunia menghadapi risiko stagflasi, yaitu pertumbuhan ekonomi mandek sementara inflasi tetap tinggi. Situasi ini akan semakin menyulitkan langkah The Fed untuk menekan inflasi ke target 2%.
Sinyal-sinyal tekanan ekonomi mulai terlihat. Data PHK (pemutusan hubungan kerja) dari Challenger untuk bulan Maret melonjak menjadi 275.240, naik tajam dari bulan sebelumnya yang berada di 172.017. Di sisi lain, Klaim Tunjangan Pengangguran mingguan AS juga menunjukkan lonjakan. Klaim awal mencapai 219.000, yang lebih rendah dari prakiraan, namun klaim lanjutan melonjak ke 1,903 juta dari sebelumnya 1,856 juta.
Sorotan kini tertuju pada laporan ketenagakerjaan resmi AS – Nonfarm Payrolls (NFP) untuk bulan Maret yang dijadwalkan dirilis hari Jumat ini. Data tersebut sangat penting karena akan mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed ke depan.
Sinyal awal dari laporan ADP pada hari Rabu cukup positif, menunjukkan sektor swasta menambah 155 ribu pekerja baru, jauh di atas ekspektasi 105 ribu dan rilis bulan sebelumnya sebesar 84 ribu.
Meski begitu, para analis menilai masih terlalu dini untuk menilai dampak kebijakan tarif terhadap pasar tenaga kerja. Situasinya saat ini cukup kompleks: ada kekurangan tenaga kerja terampil, namun lowongan kerja terus menurun dan jumlah pekerja tetap stabil.
Indikator Ekonomi
Nonfarm Payroll (NFP)
Rilis Nonfarm Payrolls menyajikan jumlah pekerjaan baru yang diciptakan di AS selama bulan sebelumnya di semua bisnis non pertanian; dirilis oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS). Perubahan bulanan dalam payrolls bisa sangat fluktuatif. Angka tersebut juga tunduk pada tinjauan yang kuat, yang juga dapat memicu volatilitas di bursa Forex. Secara umum, pembacaan yang tinggi dipandang sebagai bullish bagi Dolar AS (USD), sementara pembacaan yang rendah dipandang sebagai bearish, meskipun tinjauan bulan sebelumnya dan Tingkat Pengangguran sama relevannya dengan angka utama. Oleh karena itu, reaksi pasar bergantung pada bagaimana pasar menilai semua data yang terkandung dalam laporan BLS secara keseluruhan.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Jum Apr 04, 2025 12.30
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: 135Rb
Sebelumnya: 151Rb
Sumber: US Bureau of Labor Statistics
Laporan lapangan pekerjaan bulanan Amerika dianggap sebagai indikator ekonomi paling penting bagi pedagang valas. Dirilis pada hari Jumat pertama setelah bulan yang dilaporkan, perubahan jumlah posisi berkorelasi erat dengan kinerja ekonomi secara keseluruhan dan dipantau oleh pembuat kebijakan. Pekerjaan penuh adalah salah satu mandat Federal Reserve dan mempertimbangkan perkembangan di pasar tenaga kerja saat menetapkan kebijakannya, sehingga berdampak pada mata uang. Meskipun beberapa indikator utama membentuk perkiraan, Nonfarm Payrolls cenderung mengejutkan pasar dan memicu volatilitas yang substansial. Angka aktual yang mengalahkan konsensus cenderung membuat USD bullish.
作者:Tim FXStreet,文章来源FXStreet_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo
加载失败()