Pasardana.id – Riset harian fixed income BNI Sekuritas menyebutkan, harga Surat Utang Negara (SUN) mengalami penguatan pada sesi perdagangan kemarin.
Berdasarkan data dari PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0104) turun sebesar 11 basis poin (bp) menjadi 6,64%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0103) turun sebesar 4bp menjadi 6,94%.
Data Bloomberg menunjukkan yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) turun sebesar 3bp ke level 6,96%.
Level yield curve SUN 10-tahun saat ini masih in line dengan estimated range di minggu ini, yaitu di kisaran 6,85% - 7,13%.
Sedangkan volume transaksi Surat Berharga Negara (SBN) secara outright tercatat sebesar Rp18,9 triliun kemarin, lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp35,2 triliun.
FR0103 dan PBS003 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing - masing sebesar Rp7,8 triliun dan Rp2,1 triliun.
Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp4,4 triliun.
Pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang diselenggarakan pada 22-23 April 2025, BI memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 5,75%.
BI mengisyaratkan bahwa ruang untuk pelonggaran kebijakan masih dipertimbangkan, namun langkah kebijakan dalam waktu dekat masih perlu merespon volatilitas keuangan global, dinamika tarif yang terus berkembang, serta melemahnya minat risiko global.
BI menekankan bahwa potensi pemangkasan suku bunga di masa mendatang akan sangat bergantung pada arah inflasi dan dinamika pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, data Bloomberg menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS melemah 0,07%, bergerak dari level Rp16.860/US$ pada hari Selasa menjadi Rp16.872/US$ kemarin.
Dari eksternal, US Treasury Secretary Scott Bessent menyatakan bahwa kebijakan tarif tinggi antara AS dan Tiongkok tidak sustainable, mengindikasikan pemerintahan Trump membuka peluang untuk de-eskalasi perang dagang antara kedua negara tersebut.
Bursa saham AS menunjukkan respon yang positif, tercermin dari peningkatan indeks harga saham di AS dibandingkan level hari sebelumnya (Nasdaq +2,50%, S&P500 +1,67%, & Dow Jones +1,07%).
Indikator global menunjukkan sentimen yang cenderung positif, terlihat dari penurunan level Credit Default Swap (CDS) Indonesia.
Yield curve US Treasury (UST) 5-tahun masih meningkat sebesar 2bp menjadi 4,00%, namun yield curve UST 10-tahun mencatatkan penurunan sebesar 1bp menjadi 4,40%.
Sedangkan CDS 5-tahun Indonesia turun sebesar 6bp menjadi 102bp. Penurunan level CDS tersebut mengindikasikan perbaikan persepsi risiko investor global terhadap Indonesia.
Meskipun BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, nada komunikasi dan guidance yang diberikan menunjukkan bahwa opsi pemangkasan suku bunga tetap terbuka.
Para investor perlu mencermati hal tersebut, terutama mengingat besarnya volume jatuh tempo SBN, SRBI, dan obligasi korporasi di sepanjang sisa tahun ini.
Strategi prefunding pemerintah pada akhir 2024 dan strategi front-loading pada awal 2025 menunjukkan kesiapan dalam menghadapi jatuh tempo tersebut, sehingga mengurangi risiko lonjakan sementara pasokan SBN.
Sementara itu, meskipun suku bunga SRBI masih mencerminkan sikap pro-market BI, skala penerbitannya telah mengalami penurunan signifikan.
Sepanjang tahun 2024, rata-rata penerbitan SRBI mencapai sekitar Rp91,9 triliun per bulan, dengan puncaknya sebesar Rp191,0 triliun pada bulan Juni. Sebaliknya, rata-rata penerbitan pada 1Q25 turun menjadi sekitar Rp49,7 triliun per bulan.
Ke depan, langkah kebijakan suku bunga oleh US Federal Reserve — yang berdasarkan CME FedWatch Tool terkini diperkirakan akan melakukan pemangkasan pada bulan Juni — masih menjadi katalis utama.
Jika BI merespons dengan menurunkan suku bunga dan mempertahankan yield SRBI di bawah yield SBN, maka yield curve SBN berpotensi untuk mengalami penurunan dari level saat ini.
Dalam skenario ini, instrumen yang tersedia kemungkinan menawarkan yield yang lebih rendah dibandingkan yang jatuh tempo, sementara tambahan likuiditas di pasar—baik dari pelunasan obligasi maupun kebijakan moneter—dapat meningkatkan persaingan untuk aset dengan profil imbal hasil yang menarik.
“Dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang didiskusikan di atas, BNI Sekuritas melihat adanya potensi peningkatan demand terhadap instrumen SBN berdenominasi Rupiah. Berdasarkan valuasi yield curve, BNI Sekuritas memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0094, FR0091, FR0065, FR0088,” sebut Amir Dalimunthe selaku Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas dalam riset Kamis (24/4).
加载失败()