AMMN Siapkan Rp845 Miliar untuk Buyback, Harga Sahamnya Dinilai Undervalued

IDXChannel - PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) bakal melakukan pembelian kembali saham (share buyback). Aksi korporasi tersebut dilakukan tanpa mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Perusahaan tembaga dan emas terbesar kedua di Indonesia itu mengalokasikan dana USD50 juta atau sekitar Rp835 miliar untuk melaksanakan buyback tersebut. Manajemen menilai, harga saham AMMN saat ini di bawah fundamentalnya atau undervalued.

Baca Juga:

Amman Mineral (AMMN) Rugi Rp2,3 Triliun Imbas Tak Ada Penjualan

Presiden Direktur AMMN, Alexandera Ramlie mengatakan, rencana buyback saham sudah disetujui jajaran dewan direksi perseroan. Keputusan tersebut merupakan cerminan keyakinan direksi terhadap fundamental perusahaan yang kuat dan prospek pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan.

"Menurut kami, harga saham saat ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai dan potensi portofolio bisnis kami, terutama deposit Elang, salah satu cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia yang belum dikembangkan," katanya lewat keterangan resmi, Rabu (30/4/2025).

Berdasarkan laporan JORC 2024, kata Ramlie, cadangan bijih Elang mencapai 2,5 miliar ton dengan kandungan 17,8 miliar pon tembaga dan 26,4 juta ons emas. Dia mengatakan, perseroan terus berupaya untuk mengembangkan aset ini hingga berproduksi.

"Kami akan terus mengalokasikan modal secara bertanggung jawab, menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan, dan memberikan nilai keberlanjutan bagi pemegang saham," katanya.

Rencana buyback saham ini akan dilakukan sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertuang dalam surat No. S-17/D.04/2025. Buyback ini sepenuhnya didanai dari kas internal perusahaan.

Secara teknis, AMMN mulai melakukan buyback terhitung hari ini, 30 April 2025 dan diperkirakan berakhir pada 31 Juli 2025. Perseroan menunjuk BCA sekuritas untuk melaksanakan buyback tersebut.

Saham AMMN hingga siang ini berada di level Rp7.100. Nilai kapitalisasi pasar perusahaan mencapai Rp516 triliun.

(Rahmat Fiansyah)