Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan sejumlah rekomendasi ke Kementerian Perdagangan RI terkait rencana pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) atas impor produk benang filamen sintetik tertentu dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). KPPU menilai rencana tersebut dapat mengganggu iklim persaingan usaha yang sehat dan merugikan industri hilir.
Direktur Kebijakan Persaingan Sekretariat Jenderal KPPU Lelyana Mayasari mengatakan pihaknya telah bersurat secara resmi bertanggal 16 Mei 2025 pada Menteri Perdagangan. Lelyana menerangkan kebijakan ini bermula dari hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak 2023 guna menyusun kebijakan anti-dumping produk benang filamen sintetik tertentu, yang menyimpulkan adanya praktik dumping oleh produk asal RRT.
"Namun, setelah melakukan analisis menyeluruh melalui instrumen Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) dan pendekatan struktur-perilaku-kinerja (structure-conduct-performance) terhadap impor produk benang filamen sintetik tertentu yang berasal dari RRT, KPPU menyoroti beberapa hal krusial," kata Lelyana dalam keterangannya, dikutip Senin (26/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPPU menilai bahwa cakupan produk dalam kebijakan anti-dumping terlalu luas. Menurut Lelyana, sebagian produk yang akan dikenai BMAD tidak diproduksi di dalam negeri, tapi tetap tercakup dalam pengenaan bea masuk. Hal ini dikhawatirkan dapat membatasi pilihan produk bagi penggunanya.
Baca juga: Pemerintah Respons Kasus Bos Sritex, Singgung Permainan Kredit Bank |
"Analisis juga menunjukkan bahwa pasar benang filamen domestik saat ini sangat terkonsentrasi. Beberapa segmen utama hanya dikuasai oleh satu atau dua pelaku usaha. Misalnya, segmen Partially Oriented Yarn (POY) dan Spin Drawn Yarn (SDY) masing-masing hanya memiliki satu produsen aktif. Segmen Drawn Texture Yarn (DTY) warna pun hanya dipasok oleh satu pelaku usaha dengan kapasitas terbatas," imbuh Lelyana.
Lelyana menyebut khusus untuk segmen SDY, KPPU menemukan adanya potensi konflik kepentingan. Produsen tunggal dalam negeri ternyata masih satu grup dengan pemohon pengenaan BMAD. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan munculnya penguatan posisi dominan oleh satu pihak, bukannya menciptakan persaingan yang sehat.
Pihaknya juga mendeteksi indikasi praktik persaingan usaha tidak sehat dalam distribusi produk DTY warna dan SDY, yang dapat memukul pelaku usaha hilir dan memperlemah struktur pasar nasional.
"Berdasarkan temuan tersebut, KPPU merekomendasikan agar Kementerian Perdagangan dan KADI mengevaluasi kembali rencana kebijakan BMAD. Perlu dilakukan klarifikasi atas definisi produk, serta analisis dampak terhadap struktur pasar dan keberlanjutan industri hilir," imbuh Lelyana.
Lelyana menekankan pihaknya mendukung penuh langkah-langkah hilirisasi industri benang filamen di dalam negeri. Asalkan tidak membatasi proses persaingan usaha yang sehat.
Tonton juga "Penjelasan Zulhas Wacana Tarif Impor 200%, Demi Lindungi Produk Dalam Negeri" di sini:
[Gambas:Video 20detik]
作者:Retno Ayuningrum -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。


加载失败()