- Rupiah menguat ke 16.265 per Dolar AS, didukung intervensi BI di pasar DNDF dan pelemahan Dolar AS.
- Investor menunggu keputusan suku bunga dari Bank Indonesia dan The Fed, serta pidato Jerome Powell dan publikasi dot plot pada hari Rabu.
- Data penjualan ritel AS akan dirilis di sesi Amerika, diprakirakan turun 0,7% pada bulan Mei.
Nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) menguat pada awal sesi Eropa, pada hari Selasa, kini diperdagangkan di level 16.265, menguat 0,13% terhadap Dolar AS (USD). Sepanjang hari ini, Rupiah diprakirakan bergerak dalam rentang 16.200-16.300, mempertahankan konsolidasi sempit yang sudah terbentuk dalam beberapa hari terakhir. Pekan ini, pasangan mata uang USD/IDR terpantau melemah 0,19%. Sebelumnya, Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar DNDF pada kisaran 16.330-16.335, yang berhasil menahan tekanan nilai tukar dan mendorong penurunan kurs spot ke kisaran 16.265-16.275 pada akhir perdagangan Senin.
Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) terus melemah dan saat ini berada di posisi 98,13, di tengah ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%-4,50%, menurut alat CME FedWatch.
Memantau Pernyataan Powell dan Keputusan BI
Fokus pasar akan tertuju pada pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang berlangsung usai rapat FOMC pada hari Rabu, khususnya terkait dot plot yang memberikan gambaran arah kebijakan suku bunga jangka menengah.
Di dalam negeri, pada hari yang sama, para pelaku pasar juga menantikan keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang akan dirilis Rabu ini, dengan ekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunga di 5,5%, setelah pemangkasan 25 bp pada April lalu.
Struktur ULN Tetap Sehat, Imbal Hasil Obligasi Indonesia Stabil di Tengah Tekanan Global
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per April 2025 tercatat sebesar USD 431,5 miliar, tumbuh 8,2% (yoy), naik dari 6,4% pada bulan Maret. Kenaikan ditopang sektor publik, dengan ULN pemerintah naik 10,4% menjadi USD 208,8 miliar, didorong penarikan pinjaman dan aliran dana ke SBN. ULN swasta tercatat USD 194,8 miliar, terkontraksi 0,6% namun membaik dari bulan sebelumnya. Struktur ULN tetap sehat dengan rasio terhadap PDB turun ke 30,3% dan 85,1% di antaranya berupa utang jangka panjang.
Menurut laporan Reuters, imbal hasil utang dalam mata uang lokal negara berkembang menunjukkan kinerja positif dalam denominasi Dolar AS. Data LSEG Refinitiv mencatat imbal hasil Indonesia sebesar 4%, masih tertinggal dari Afrika Selatan (12%) dan Peru (9%), namun tetap mencerminkan tren positif di tengah fluktuasi global dan ketidakpastian arah suku bunga global.
Pasar Saham Asia Menguat, Namun Ketegangan Geopolitik Kembali Bayangi Sentimen
Dari pasar saham Asia, indeks Nikkei 225 Tokyo menguat 0,6% ke level 38.547,56 setelah Bank of Japan memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di 0,5%, menegaskan pendekatan hati-hati dalam transisi dari kebijakan moneter ultra-longgar. Sementara itu, IHSG juga mencatatkan kenaikan 0,73% atau 51,91 poin ke level 7.169,50 hingga pertengahan sesi perdagangan, didukung optimisme pasar terhadap meredanya ketegangan di Timur Tengah.
Namun laporan terbaru yang dirilis Reuters menyebutkan harapan gencatan senjata antara Israel dan Iran sirna setelah kedua pihak terus melancarkan serangan. Presiden AS Donald Trump dilaporkan meminta warga sipil Iran untuk mengungsi dari Teheran dan memanggil Dewan Keamanan Nasional AS setelah meninggalkan KTT G7 lebih awal. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menyebut AS ingin mencapai kesepakatan nuklir, namun tetap berkomitmen mempertahankan aset militernya di kawasan tersebut.
Pasar Mencermati Data Penjualan Ritel AS
Di sesi Amerika, perhatian pasar tertuju pada data Penjualan Ritel bulan Mei, yang akan dirilis malam ini pukul 19.30 WIB. Konsensus memprakirakan penurunan sebesar 0,7% (MoM), setelah tumbuh tipis 0,1% pada April. Data ini adalah indikator utama untuk mengukur kekuatan konsumsi domestik AS di tengah tekanan inflasi dan suku bunga tinggi.
Indikator Ekonomi
Penjualan Ritel (Bln/Bln)
Data Penjualan Ritel, yang dirilis oleh Biro Sensus AS setiap bulan, mengukur nilai total penerimaan toko ritel dan makanan di Amerika Serikat. Perubahan persentase bulanan mencerminkan tingkat perubahan dalam penjualan tersebut. Metode pengambilan sampel acak terstratifikasi digunakan untuk memilih sekitar 4.800 perusahaan ritel dan jasa makanan yang penjualannya kemudian ditimbang dan dijadikan tolok ukur untuk mewakili keseluruhan lebih dari tiga juta perusahaan ritel dan jasa makanan di seluruh negeri. Data disesuaikan dengan variasi musiman serta perbedaan hari libur dan hari perdagangan, tetapi tidak untuk perubahan harga. Data Penjualan Ritel diikuti secara luas sebagai indikator belanja konsumen, yang merupakan pendorong utama ekonomi AS. Secara umum, pembacaan yang tinggi dipandang sebagai bullish bagi Dolar AS (USD), sementara pembacaan yang rendah dipandang sebagai bearish.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Sel Jun 17, 2025 12.30
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: -0.7%
Sebelumnya: 0.1%
Sumber: US Census Bureau
Data Penjualan Ritel yang diterbitkan oleh Biro Sensus AS merupakan indikator utama yang memberikan informasi penting tentang belanja konsumen, yang berdampak signifikan terhadap PDB. Meskipun angka penjualan yang kuat cenderung mendongkrak USD, faktor eksternal, seperti kondisi cuaca, dapat mendistorsi data dan memberikan gambaran yang menyesatkan. Selain data utama, perubahan dalam Grup Kontrol Penjualan Ritel dapat memicu reaksi pasar karena digunakan untuk menyiapkan perkiraan Pengeluaran Konsumsi Pribadi untuk sebagian besar barang.
Pertanyaan Umum Seputar SENTIMEN RISIKO
Dalam dunia jargon keuangan, dua istilah yang umum digunakan, yaitu "risk-on" dan "risk off" merujuk pada tingkat risiko yang bersedia ditanggung investor selama periode yang dirujuk. Dalam pasar "risk-on", para investor optimis terhadap masa depan dan lebih bersedia membeli aset-aset berisiko. Dalam pasar "risk-off", para investor mulai "bermain aman" karena mereka khawatir terhadap masa depan, dan karena itu membeli aset-aset yang kurang berisiko yang lebih pasti menghasilkan keuntungan, meskipun relatif kecil.
Biasanya, selama periode "risk-on", pasar saham akan naik, sebagian besar komoditas – kecuali Emas – juga akan naik nilainya, karena mereka diuntungkan oleh prospek pertumbuhan yang positif. Mata uang negara-negara yang merupakan pengekspor komoditas besar menguat karena meningkatnya permintaan, dan Mata Uang Kripto naik. Di pasar "risk-off", Obligasi naik – terutama Obligasi pemerintah utama – Emas bersinar, dan mata uang safe haven seperti Yen Jepang, Franc Swiss, dan Dolar AS semuanya diuntungkan.
Dolar Australia (AUD), Dolar Kanada (CAD), Dolar Selandia Baru (NZD) dan sejumlah mata uang asing minor seperti Rubel (RUB) dan Rand Afrika Selatan (ZAR), semuanya cenderung naik di pasar yang "berisiko". Hal ini karena ekonomi mata uang ini sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk pertumbuhan, dan komoditas cenderung naik harganya selama periode berisiko. Hal ini karena para investor memprakirakan permintaan bahan baku yang lebih besar di masa mendatang karena meningkatnya aktivitas ekonomi.
Sejumlah mata uang utama yang cenderung naik selama periode "risk-off" adalah Dolar AS (USD), Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF). Dolar AS, karena merupakan mata uang cadangan dunia, dan karena pada masa krisis para investor membeli utang pemerintah AS, yang dianggap aman karena ekonomi terbesar di dunia tersebut tidak mungkin gagal bayar. Yen, karena meningkatnya permintaan obligasi pemerintah Jepang, karena sebagian besar dipegang oleh para investor domestik yang tidak mungkin menjualnya – bahkan saat dalam krisis. Franc Swiss, karena undang-undang perbankan Swiss yang ketat menawarkan perlindungan modal yang lebih baik bagi para investor.
作者:Tim FXStreet,文章来源FXStreet_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo
加载失败()