Kenapa DJP Minta e-Commerce Pungut Pajak Penjual? Ini Alasannya

avatar
· 阅读量 29
Kenapa DJP Minta e-Commerce Pungut Pajak Penjual? Ini Alasannya
Kantor Pusat DJP/Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap tujuan dari rencana menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan tujuan dari kebijakan ini untuk memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

"Pada prinsipnya pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online. Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan," kata Rosmauli dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Pedagang di Toko Online Bakal Dipajaki, DJP: Bukan Pajak Baru

Selain itu, tujuannya untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan, baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit.

Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.

ADVERTISEMENT

"Tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru," jelasnya.

Dengan ketentuan ini bukan berarti ada pengenaan pajak baru. Ketentuan ini hanya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.

"Rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk," jelas Rosmauli.

Baca juga: Pedagang di Toko Online Mau Dipajaki, Instagram Sri Mulyani Diserbu Warganet

Dalam hal ini Rosmauli menekankan UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp 500 juta tetap tidak dipungut pajak. Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini sesuai ketentuan yang berlaku.

"Saat ini peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap dan transparan kepada publik," tegasnya.

Berdasarkan sumber Reuters, pemerintah akan mewajibkan platform e-commerce memungut pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual. Kriteria pedagang yang dikenakan pajak adalah mereka yang memiliki omzet di atas Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

(aid/ara)

风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest