Pasardana.id - Tak bisa dipungkiri, dinamika global saat ini telah berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian dan industri keuangan di Indonesia.
Hal ini dibahas secara mendalam pada Seminar Emiten tahun 2025 yang diselenggarakan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) di Jakarta, Selasa (08/7) lalu.
Mengusung tema “Navigating Global Dynamics: The Resilience of Indonesia’s Economic and Financial Systems”, acara ini menjadi wadah strategis untuk memperkuat sinergi antara regulator, emiten, investor, dan seluruh pemangku kepentingan pasar modal Indonesia dalam menghadapi tantangan perekonomian global dan nasional yang dinamis.
Melansir siaran pers, Jumat (11/7) disebutkan, dalam kegiatan tersebut dilangsungkan diskusi dengan menghadirkan 4 narasumber.
Diskusi diawali oleh Direktur Utama BEI, Iman Rachman, yang memberikan paparan mengenai kondisi pasar modal Indonesia saat ini di tengah bergejolaknya perekonomian global.
Iman menyampaikan, “Di tengah perang dagang Amerika dengan RRT, Bursa Efek Indonesia menjadi salah satu bursa di dunia yang cukup kondusif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menurun pada April 2025 menjadi 5.967, namun demikian saat ini sudah pulih dan mencapai 7.080. Secara keseluruhan, IHSG telah meningkat 18% sejak tahun 2020.”
Iman lebih lanjut menjelaskan tentang inisiatif strategis BEI yang berfokus pada pelindungan investor, pendalaman pasar, dan konektivitas regional melalui upaya berkelanjutan dan jangka panjang seperti diversifikasi produk, peningkatan likuiditas, modernisasi infrastruktur, dan peningkatan partisipasi investor institusi.
Untuk tahun 2025, BEI telah menetapkan beberapa target antara lain Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA) dengan MSCI Hong Kong Listed Large Cap, penyesuaian format distribusi data termasuk diseminasi kode domisili investor di akhir sesi satu perdagangan, liquidity provider saham, Exchange Traded Fund Emas, Single Stock Futures (SSF), hingga Put Structured Warrant.
Namun untuk dapat merealisasikan rencana tersebut, kata Iman, BEI memerlukan dukungan dari seluruh pelaku pasar dan pemangku kepentingan.
Sementara itu, Ekonom Senior & Komisaris Independen Bank Central Asia (BCA), Raden Pardede menyampaikan pandangannya, bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat menahan tekanan global sekarang ini.
Namun Indonesia tidak boleh lengah dan berpuas diri karena ketidak pastian dan badai global ini masih terus berlanjut.
“Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang visioner dan well advised, kondisi ekonomi yang “agile” dan terdifersifikasi, strategi fiskal dan moneter yang tepat dan bisa melakukan counter cyclical sebagai persiapan menghadapi kondisi darurat, serta sumber daya manusia yang tangguh. Indonesia tidak akan bisa mengendalikan kondisi global/external yang tidak menentu ini, tapi harus mampu mengendalikan faktor internal kita dengan kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap situasi yang berkembang,” jelas Raden.
Krisis yang terjadi saat ini menurut Raden, justru bisa dimanfaatkan untuk melakukan transformasi ekonomi.
Tantangan domestik yang dihadapi Indonesia antara lain adalah bagaimana melakukan realokasi belanja pemerintah secara optimal ditengah budget kita yang relative terbatas.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada Q1-2025 antara lebih disebabkan oleh belanja pemerintah yang menurun (kontraktif).
Sementara belanja rumah tangga Indonesia juga cenderung stagnan.
Dalam situasi ketidak pastian, pihak swasta dan investor akan cenderung menunggu dan “wait and see”.
Jadi stimulasi belanja pemerintah sangat diharapkan menjadi pemicu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang 2025.
Oleh karena itu, Indonesia harus membuat beberapa perubahan dalam sisa waktu tahun 2025 ini.
Turut menambahkan pandangan serta analisa pada diskusi panel tersebut Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Handoko yang menjadi narasumber berikutnya, yang menyatakan Sektor Energi turut berdampak akibat kondisi global.
Dampak yang timbul antara lain kinerja perdagangan Indonesia berpotensi menurun signifikan.
Industri yang berdampak adalah industri yang fokus ke pasar Amerika, seperti elektronik, garmen, kulit dan karet.
Perkiraan penurunan volume pemakaian gas sebesar 2,34% dari total volume pelanggan komersial industri retail.
Meski peran Iran-Israel tidak memberikan dampak signifkan karena produksi gas yang terbatas, namun gangguan di selat Hormuz dapat berdampak signifikan.
Ekspor LNG Qatar dan UEA menyumbang sekitar 20% dari pasokan LNG global pada tahun 2024 sehingga dapat mendorong harga LNG meningkat hingga lebih dari 50%.
Untuk mendukung ketahanan dan energi yang terjangkau, serta untuk meningkatkan peran gas bumi sebagai energi transisi, integrasi perencanaan dan pembangunan infrastruktur gas bumi secara nasional menjadi sangat penting untuk menciptakan investasi yang efektif dan efisien.
Arief memaparkan tentang pentingnya peran gas aggregator.
“PGN akan mengembangkan infrastruktur gas yang terintegrasi untuk menghubungkan sumber gas bumi (termasuk alternatif sumber pasokan) dengan pasar dan melakukan agregasi gas bumi untuk melayani berbagai segmen pasar. Adanya dukungan kebijakan terkait integrasi infrastruktur dan agregasi gas bumi akan menghasilkan biaya infrastruktur yang optimal yang akan membuat harga gas bumi lebih terjangkau,” kata Arief.
Sedangkan Juliana Lee, Managing Director Chief Economist Asia Deutsche Bank, memberikan kesimpulan pada diskusi panel dengan presentasi tentang dinamika global yang menantang yang mempengaruhi Asia dan potensi pertumbuhan kawasan serta jalur kebijakan masa depan.
Melalui penyelenggaraan Seminar Emiten 2025, KSEI berharap dapat memberikan insight baru kepada para emiten di tengah ketidakpastian global dan perang tarif, serta tercipta sinergi yang semakin kuat antara KSEI, para emiten, dan seluruh pemangku kepentingan pasar modal untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus memperkokoh ketahanan perekonomian nasional di tengah dinamika global.
加载失败()