Gaya Rojali di Mal: Banyak Lihat-lihat, Lebih Pilih Barang Murah

avatar
· 阅读量 22
Gaya Rojali di Mal: Banyak Lihat-lihat, Lebih Pilih Barang Murah
Foto: Andhika Prasetia
Jakarta

Fenomena rojali atau rombongan jarang beli dan rombongan hanya nanya atau rohana merebak di sejumlah pusat perbelanjaan atau mal. Meskipun fenomena ini ditengarai lantaran turunnya daya beli masyarakat, tetapi pemerintah bilang rojali dan rohana bukanlah hal baru.

Menteri Perdagangan, Budi Santoso, bilang masyarakat bebas saja untuk memilih berbelanja di mal atau lewat toko daring (online store). Baginya, menjadi hal yang wajar kalau masyarakat datang ke mal dan melihat-lihat terlebih dahulu, meskipun pada akhirnya tidak membelanjakan uangnya.

"Kita tuh bebas mau beli di online, mau beli di offline. Dari dulu fenomena itu (rojali) juga ada. Namanya orang dari dulu 'kan juga begitu. Orang mau belanja, dicek dulu, yang ingin lihat barangnya bagus atau tidak, harganya seperti apa," ujar Budi saat ditemui di acara peresmian 100 merek UMKM di salah satu pusat perbelanjaan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budi bilang, konsumen yang menjadi rojali salah satunya mau mengecek terlebih dulu kondisi barang sebelum membeli. Ia menilai, hal ini dilakukan masyarakat karena menghindari membeli barang yang palsu.

"Jangan sampai nanti dapat yang palsu, misalnya 'kan begitu. Dapat barang rekondisi 'kan, makanya dicek barangnya, kalau bagus ya beli," tukasnya.

ADVERTISEMENT

Alphonsus bilang pola belanja rojali lebih selektif, dan hanya membeli barang yang dibutuhkan. Selain itu, mereka cenderung membeli barang produk yang harganya murah.

"Sekarang masyarakat kelas menengah bawah cenderung beli Barang produk yang harga satuannya unit price-nya murah. Itu terjadi penurunan, pasti Karena kan tadi harganya kan belinya cenderung produk-produk yang harganya satuannya murah," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja, menyampaikan ada perbedaan faktor yang melatarbelakangi kelas menengah ke bawah dan ke atas ini masuk dalam segmentasi 'rojali'. Orang kaya cenderung ngerem belanja karena kondisi ekonomi global yang tidak menentu, sedangkan kelas menengah ke bawah karena ada penurunan daya beli.

"Kalau yang di kelas menengah atas, penyebabnya misalkan mereka lebih ke hati-hati dalam berbelanja. Apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global. Sehingga mereka (memilih) belanja atau investasi? 'Kan itu juga terjadi," ujar Alphonsus.

"Kemudian sekarang memang terjadi ini lebih karena faktor daya beli, khususnya yang di kelas menengah bawah. Daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit, tapi mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan. Makanya data APBBI menyatakan bahwa jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap naik, meskipun tidak signifikan," ungkapnya lanjut.

Simak juga Video: Sri Mulyani soal Inflasi RI Rendah: Tak Terkait dengan Daya Beli

[Gambas:Video 20detik]

(fdl/fdl)

风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest