- Rupiah bergerak di Rp16.287 per USD, melemah tipis 0,08% dibanding penutupan kemarin di Rp16.273.
- AMRO pangkas proyeksi ASEAN+3 ke 3,8% pada 2025, sementara Indonesia direvisi turun ke 4,8% di tengah ketidakpastian global.
- Kebijakan tarif AS jadi sorotan, Trump tegaskan tarif timbal balik 15-50%, dengan Indonesia dikenakan 19% untuk sebagian besar barang dan 40% untuk barang transhipped.
Nilai tukar rupiah Indonesia (IDR) terhadap dolar Amerika Serikat (USD) melemah tipis pada Kamis menjelang sesi Eropa, dengan kurs USD/IDR bergerak di 16.287, naik 13 poin atau sekitar 0,08% dibanding penutupan kemarin di 16.273. Secara tahunan, rupiah masih mencatat pelemahan sekitar 0,33%, mencerminkan tekanan yang belum sepenuhnya mereda di tengah ketidakpastian global.
Namun, peluang penguatan tetap terbuka sejalan dengan tekanan terhadap dolar yang berlanjut. Indeks Dolar AS (DXY) melemah tipis ke 97,18, turun 0,03% dan mencatat penurunan lima sesi beruntun dari kisaran 98,5. Tekanan jual dipicu penilaian ulang ekspektasi suku bunga The Fed, ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, serta kekhawatiran campur tangan politik yang dinilai mengancam independensi bank sentral. Kondisi ini menahan minat beli dolar dan memberi ruang bagi rupiah jika ekspektasi pelonggaran kebijakan The Fed makin menguat.
AMRO Pangkas Proyeksi ASEAN+3, Ekonomi Indonesia Diprediksi Turun ke 4,8% pada 2025
Di sisi lain, sentimen kawasan masih dibayangi prospek ekonomi yang melemah. Menurut pembaruan ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Juli 2025 yang dirilis AMRO, proyeksi pertumbuhan kawasan turun menjadi 3,8% pada 2025 dan 3,6% pada 2026, lebih rendah dari prakiraan April sebesar 4,1% dan 4,0%. Revisi ini mencerminkan ketidakpastian global dan dampak kebijakan tarif Amerika Serikat yang menekan aktivitas perdagangan.
Kelompok Plus-3 direvisi turun, diproyeksikan tumbuh 3,7% pada 2025 dan 3,4% pada 2026. Selain itu, pertumbuhan ekonomi ASEAN diprakirakan mencapai 4,4% pada 2025 dan 4,2% pada 2026, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya masing-masing 4,7%. Hampir seluruh negara ASEAN mengalami revisi turun, dengan Indonesia dipangkas dari 5,0% menjadi 4,8% pada 2025 dan 4,7% pada 2026. Hanya Vietnam yang mempertahankan proyeksi tinggi 7,0%, meskipun sedikit di bawah realisasi 2024 sebesar 7,1%.
“Di dunia yang semakin terfragmentasi, integrasi regional yang lebih mendalam menjadi mendesak dan penting,” ujar Kepala Ekonom AMRO, Dong He, menekankan pentingnya kerja sama untuk memperkuat ketahanan kawasan.
Trump Tegaskan Tarif 15-50%, Indonesia Sepakati 19% dan 40% untuk Barang Transhipped
Tekanan terhadap prospek ekonomi global juga berasal dari ketidakpastian kebijakan perdagangan AS. Presiden Donald Trump menegaskan rencana tarif timbal balik 15-50%, dengan negara yang dianggap “sulit” akan dikenakan tarif tertinggi. Meski agresif, beberapa kesepakatan mulai terbentuk: AS-Uni Eropa hampir sepakat menurunkan tarif ke 15%, Jepang menyetujui tarif serupa disertai investasi senilai US$550 miliar, dan Filipina dikenakan tarif 19% tanpa pajak impor bagi ekspor AS. Indonesia juga telah menyepakati tarif 19% untuk sebagian besar barang dan 40% untuk barang transhipped, sementara 99% impor AS bebas pajak.
Pasar Tunggu Data AS: Klaim Tunjangan Pengangguran dan PMI Jadi Sorotan
Sementara itu, fokus pasar kini bergeser ke rilis data ekonomi AS. Klaim Tunjangan Pengangguran Awal diprakirakan naik ke 227 ribu, mengindikasikan potensi pelemahan pasar tenaga kerja. Data PMI S&P Global untuk Juli juga menjadi sorotan utama, dengan PMI Manufaktur diproyeksikan di 52,5 dan PMI Jasa di 53, tetap menunjukkan aktivitas ekspansif meski melambat. Pasar valuta asing, termasuk pergerakan DXY dan USD/IDR, diperkirakan akan merespons signifikan apabila data keluar jauh dari prakiraan, khususnya jika berdampak pada prospek kebijakan suku bunga The Fed.
Indikator Ekonomi
PMI Manufaktur S&P Global
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur S&P Global, yang dirilis setiap bulan, merupakan indikator utama yang mengukur aktivitas bisnis di sektor manufaktur AS. Data tersebut diperoleh dari survei terhadap eksekutif senior di perusahaan swasta dari sektor manufaktur. Respons survei mencerminkan perubahan, jika ada, pada bulan ini dibandingkan bulan sebelumnya dan dapat mengantisipasi perubahan tren dalam rangkaian data resmi seperti Produk Domestik Bruto (PDB), produksi industri, lapangan kerja, dan inflasi. Angka di atas 50 menunjukkan bahwa ekonomi manufaktur secara umum berkembang, yang merupakan tanda bullish bagi Dolar AS (USD). Sementara itu, angka di bawah 50 menandakan bahwa aktivitas di sektor manufaktur secara umum menurun, yang dipandang sebagai bearish bagi USD.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Kam Jul 24, 2025 13.45 (Pendahuluan)
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: 52.5
Sebelumnya: 52
Sumber: S&P Global
作者:Tim FXStreet,文章来源FXStreet_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()