
Industri tekstil nasional kembali menerima pukulan berat setelah pabrik kimia dan serat polyester milik PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) di Karawang resmi menutup pabrik.
Pemicunya adalah banjir barang impor dan kebijakan pemerintah yang belum berpihak secara menyeluruh pada ekosistem industri hulu-hilir.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil mengatakan penutupan itu terjadi karena perusahaan tidak mampu lagi menjual produknya secara optimal di pasar domestik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, masuknya impor benang secara besar-besaran membuat serat polyester produksi dalam negeri tidak terserap oleh pasar.
"Pabrik di Karawang itu memproduksi serat polyester yang kemudian diproses menjadi benang, tetapi karena impor benang sangat tinggi, APF kesulitan distribusi. Kami mencatat sekitar 60 perusahaan terdampak sejak tahun 2022 hingga 2024, mayoritas di sektor benang dan kain," kata Aqil dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).
Baca juga: Nggak Kuat Lagi, Perusahaan Tekstil Ini Tutup Permanen Pabrik di Karawang |
Tak hanya itu, persoalan utang yang belum selesai juga disebut memperburuk situasi. Ia menyebut meskipun APF ingin melunasi kewajibannya, pembayaran tetap diminta utuh tanpa melihat kemampuan saat ini.
"Jadi tidak apple to apple. APF ingin menyelesaikan utangnya, tapi yang diminta justru lebih besar dari tanggung jawab mereka saat ini," lanjutnya.
Aqil menilai penutupan APF mencerminkan masalah struktural yang selama ini membelit industri tekstil nasional.
Ia menyayangkan pendekatan kebijakan yang selama ini cenderung berpihak pada sektor hilir seperti industri pakaian jadi, dengan alasan serapan tenaga kerja, tetapi mengorbankan kekuatan fondasi di sektor hulu. Padahal industri tekstil di Indonesia sudah terintegrasi dari hulu hingga hilir sehingga menjadi satu kesatuan.
Perlindungan pasar domestik sangat penting di tengah tantangan global seperti pembebasan tarif bea masuk ekspor dari perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan kebijakan tarif impor 19% dari Amerika Serikat (AS). Ia mengingatkan dorongan ekspor produk jadi tidak boleh menekan industri hulu, apalagi jika bahan bakunya malah berasal dari luar negeri.
"Ekosistem tekstil kita sudah terintegrasi dari hulu ke hilir. Mau bikin viscose atau polyester, semua ada. Tapi kalau kebijakan tidak mendukung hulu, seluruh rantai bisa rusak. Nanti yang tumbuh hanya garmen, bahan bakunya semua impor. Itu berbahaya," tegasnya.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klilk
作者:Anisa Indraini -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()