Mata Uang Asia Bergerak Lesu, Indeks Saham Bergerak Variatif

Ipotnews - Nilai tukar mata uang  emerging market  Asia bergerak lesu menjelang akhir sesi perdagangan hari ini. Indeks saham regional diperdagangkan bervariasi, seiring kehatian-hatian investor menanti calon pejabat Federal Reseve yang akan disodorkan Presiden AS Donald Trump, sementara bukti semakin meningkat ahwa tarif telah menekan pertumbuhan ekonomi AS.
Laman Reuter melaporkan, sekitar pukul 15;00 WIB tadi, dolar Taiwan dan won Korea Selatan masing-masing melemah 0,2%, sementara peso Filipina, baht Thailand, dan rupiah Indonesia bergerak stabil.
Indeks dolar (DXY) bergerak dalam kisaran sempit karena pelaku pasar memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada September mencapai lebih dari 90%.
Indeks saham regional diperdagangkan bervariasi. Indesk saham TAIEX di Taipei merosot turun 1%. Indeks saham Manila ( PSEI ) naik 0,4%, memperpanjang penguatan setelah inflasi Filipina mencapai level terendah dalam hampir enam tahun. Hal ini berpotensi memberi ruang untuk pemangkasan suku bunga. Indeks saham Bangkok (SET) naik lebih dari 1% untuk sesi ketiga berturut-turut, mencapai level tertinggi sejak 20 Februari.
Trump mengatakan pada Selasa waktu setempat bahwa ia akan memutuskan calon anggota dewan The Fed minggu ini, sambil mempersempit kandidat pengganti Ketua The Fed Jerome Powell menjadi empat orang.
Pengumuman ini bertepatan dengan stagnannya aktivitas sektor jasa AS pada Juli seiring melonjaknya biaya input. Kondisi itu menyoroti dampak negatif tarif terhadap dunia usaha.
Inflasi utama (headline CPI) Thailand pada Juli turun 0,7% secara tahunan, melebihi ekspektasi. "Kami memperkirakan Bank of Thailand akan menahan suku bunga dalam pertemuan MPC minggu depan, menunda pelonggaran lebih lanjut menjelang transisi ke Gubernur BoT baru pada Oktober," kata analis Barclays.
Meskipun tarif mendominasi sentimen pada paruh pertama tahun ini, secara paradoks justru mendorong pertumbuhan Asia melalui percepatan ekspor, dengan kejutan positif pada PDB kuartal kedua dari Indonesia, Taiwan, Singapura, dan Vietnam, ujar Lin Li, Kepala Riset Pasar Global Asia di MUFG , sepertio dikutip Reuters.
Namun, prospeknya mulai bergeser karena negara-negara ASEAN dan India menghadapi lonjakan tarif AS yang signifikan mulai awal Agustus.
Pasar tetap diliputi ketidakpastian atas China, yang menghadapi tenggat waktu 12 Agustus untuk mencapai kesepakatan tarif yang berkelanjutan dengan Washington.
Tanpa kesepakatan, rantai pasok global dapat menghadapi kekacauan baru akibat tarif AS yang kembali melonjak ke tingkat tiga digit, setara dengan embargo dagang bilateral.
Trump mengancam pada Senin lalu untuk memberlakukan tarif yang lebih tinggi terhadap barang-barang dari India karena membali minyak Rusia oleh New Delhi dan mengatakan pada Selasa bahwa ia akan memutuskan pemberian sanksi terhadap negara-negara lain setelah pertemuan Rabu dengan pejabat Rusia.
India menghadapi tarif sebesar 25%, tarif tertinggi di antara negara-negara ekonomi besar Asia setelah China.
Rupee India sebagian besar tidak berubah, sementara indeks saham NIFTY turun 0,2% setelah bank sentral negara itu mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi.
Li dari MUFG lebih menyukai mata uang Asia dari negara-negara dengan eksposur rendah terhadap AS dan China, seperti rupiah Indonesia, dan memperkirakan mata uang negara dengan eksposur lebih besar seperti dong Vietnam akan berkinerja lebih lemah.
Asian stocks and currencies as of 0721 GMT


Sumber : admin