Ekonomi Tumbuh 5,12% tapi Penerimaan Pajak Turun, Kok Bisa?

avatar
· 阅读量 41
Ekonomi Tumbuh 5,12% tapi Penerimaan Pajak Turun, Kok Bisa?
Foto: Ilustrasi Setoran Pajak Tekor (Tim Infografis: Mindra Purnomo)
Jakarta

Pertumbuhan ekonomi Indonesia baru saja diumumkan tumbuh 5,12% secara tahunan pada kuartal II-2025. Kinerja positif itu tidak sesuai dengan beberapa indikator ekonomi lainnya, termasuk penerimaan pajak yang justru mengalami penurunan.

Pengamat perpajakan yang juga merupakan Eks Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan ada beberapa penyebab penerimaan pajak turun saat ekonomi tumbuh hingga 5,12%.

"BPS baru saja mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Q2 sebesar 5,12%. Harapan lantas menyembul di tengah berbagai ketidakpastian dan tantangan yang datang silih berganti. Tapi kenapa penerimaan pajak turun? Ada beberapa penyebab dan penjelasan menurut saya," katanya dikutip dari unggahan resmi media sosial X prastow, Jumat (8/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Istana Kasih Bukti Pemerintah Jujur Sampaikan Data Ekonomi

Sebagai informasi, sampai semester I-2025 realisasi penerimaan pajak turun 6,21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlahnya terkumpul Rp 837,8 triliun atau 38% dari target.

ADVERTISEMENT

Menurut Prastowo, penyebab pertama adalah adanya kejadian yang tidak berulang, seperti restitusi. Awal tahun 2025 terdapat restitusi (pengembalian kelebihan pajak) yang jumlahnya cukup besar dan tidak terjadi di tahun sebelumnya.

"Tentu ini berpengaruh pada penerimaan neto kita. Semester II-2025 mestinya restitusi akan melandai dan normal," ucapnya.

Penyebab kedua adalah bedanya waktu pencatatan karena administrasi pajak pada umumnya menggunakan basis bulan penuh untuk mencatat dan menghitung kewajiban, sehingga pembayaran/pelaporan dilakukan di bulan berikutnya. Misal kinerja Mei yang dicatat BPS di kuartal II, akan menjadi penerimaan pajak di Juni atau kuartal III.

Penyebab ketiga turunnya penerimaan pajak karena batalnya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang sebelumnya berpotensi menambah Rp 71 triliun. Hal ini membuat target terlalu besar dan gap melebar.

Di sisi lain, pemerintah tetap memberikan berbagai stimulus dan insentif, termasuk insentif pajak yang menjadi penyebab keempat turunnya penerimaan pajak.

"Tentu ini akan mengurangi realisasi penerimaan pajak, meski sebagai kebijakan berdampak positif terhadap perekonomian. Maka dalam menilai kinerja perpajakan, seyogianya juga memperhitungkan tax expenditure," tuturnya.

Penyebab kelima adalah adanya pengaruh Coretax. Dampak pemberlakuan Coretax di awal tahun yang belum sempurna untuk mendukung pelaksanaan kewajiban perpajakan, membuat pembayaran mengalami penundaan.

"Akibatnya, pembayaran tertunda ke bulan-bulan berikutnya. Hal ini berangsur normal dan mestinya stabil di semester II," jelas Prastowo.

Penyebab keenam adalah adanya sektor yang tumbuh dan stagnan yang bisa jadi sebagai penyumbang besar penerimaan. Kemudian di awal tahun ada penyesuaian atau efisiensi belanja pemerintah yang berpengaruh ke penerimaan pajak.

"Semoga kinerja perekonomian konsisten membaik, penerimaan pajak lekas pulih dan pemerintah dapat terus fokus ke upaya penciptaan lapangan kerja, menjaga daya beli dan pemerataan kesejahteraan," harap Prastowo.

(aid/rrd)

风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest