
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) meragukan data pertumbuhan kuartal II 2025 yang dirilis BPS karena diduga berbeda dengan kondisi riil. Hal ini membuat lembaga tersebut melayangkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.
Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda mengatakan, ketidakpercayaan terhadap data BPS didasari pada sejumlah anomali yang terjadi bila dibandingkan dengan data historis. Salah satu yang disorotinya, pertumbuhan ekonomi kuartal II lebih tinggi dibandingkan kuartal I yang ada momen Ramadan-Idul Fitri.
"Pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang ada momen Ramadhan-Idul Fitri terasa janggal. Hal ini dikarenakan tidak seperti tahun sebelumnya di mana pertumbuhan triwulanan paling tinggi merupakan triwulan dengan ada momen Ramadhan-Idul Fitri," Jelas Huda, dalam keterangan tertulis, Jumat kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Huda mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 tercatat hanya tumbuh 4,87% year on year (yoy). Sedangkan pertumbuhan kuartal II 2025 mencapai 5,12%, yang mana kondisi ini menurutnya terlihat cukup janggal.
Selain itu, ia juga menyoroti data pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Dengan sumbangan mencapai 50% dari PDB, menurutnya nampak janggal apabila pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I 2025 hanya 4,95%, tapi pertumbuhan ekonomi di angka 4,87%.
"Tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 turun menjadi 117,8 (Juni 2025)," ujarnya lagi.
Baca juga: Ragukan Data Ekonomi BPS, Lembaga Ini Kirim Surat ke PBB Minta Investigasi |
Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menyoroti dari sisi pertumbuhan sektor industri pengolahan dan investasi (PMTB). Pada rilis BPS terbaru, tercatat industri manufaktur tumbuh tinggi. Padahal, menurutnya, PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama.
Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67% dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25%, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya.
"Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68% yoy? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi." ujar Bhima.
Kejanggalan-kejanggalan inilah yang pada akhirnya mendorong CELIOS mengirimkan surat permintaan peninjauan ulang ke Badan Statistik PBB. Langkah ini sebagai upaya menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk UMKM dan masyarakat secara umum.
Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS Media Wahyudi Askar mengatakan, apabila terjadi tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS, maka hal itu bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi oleh Komisi Statistik PBB.
"Data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat. Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan," kata Media.
Dengan data yang tidak akurat, lanjut Media, pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Menurutnya kondisi ini akan membuat para pelaku usaha. investor, serta masyarakat kebingungan dan terkena dampak negatif.
(acd/acd)作者:Shafira Cendra Arini -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()