
Pasokan beras di ritel modern mengalami kekosongan usai kasus pelanggaran mutu hingga oplosan pada sejumlah merek. Dalam waktu yang sama, penggilingan beras kecil disebut tengah kebanjiran orderan untuk penyaluran ke pasar tradisional.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman saat ini hukum pasar terjadi karena masyarakat akhirnya memilih untuk berbelanja beras di pasar tradisional. Amran menyebut, harga beras di pasar tradisional lebih murah dibandingkan ritel modern dan diklaim kualitasnya bagus.
"Ada pergeseran, konsumen lari ke tradisional. Dia lebih percaya tradisional, transparan, terbuka, murah. Kalau premium, Rp 17.000-Rp 18.000/kg. Di sini harganya Rp 13.000/kg, sudah bagus berasnya," kata dia di Kementerian Pertanian, Rabu (13/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pemerintah Tunggu Restu Prabowo Hapus Kualitas Beras Premium-Medium |
"Katakanlah ada kosong premium itu, nggak masalah. Justru ini menurut pedagang kecil dan penggilingan kecil itu berkah bagi mereka," tambahnya.
Amran menyebut selama ini penyaluran beras dari produsen beras sudah cukup besar ke ritel modern. Sementara jalur penggilingan kecil hanya ke pasar tradisional. Namun, penggilingan padi kecil selalu kalah dengan yang produsen besar dalam membeli gabah dari petani.
Pemerintah telah berkomitmen untuk memberikan keleluasaan kepada penggilingan padi kecil untuk tumbuh. Hal ini karena berkaitan dengan persaingan harga di lapangan. Padahal pemerintah telah menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) gabah Rp 6.500 per kilogram (kg).
"Terjadi hukum pasar. Persoalannya kita mau memihak pada siapa? Yang kecil atau yang besar? Pemerintah menginginkan bagaimana yang kecil ini jangan tertindas penggilingan kecil. Supaya dia ini ekonomi kerakyatan. Kalau yang besar biasanya bermain. Harga gabah Rp 6.500/kg yang besar langsung membeli Rp 6.700/kg, Rp 7.000/kg, sehingga yang kecil tidak kebahagiaan," jelas dia.
Amran pun mengaku geram dengan kasus yang telah terjadi terkait pelanggaran mutu pada beras yang beredar di ritel modern. Perusahaan besar telah melanggar ketentuan mutu dan kualitas beras.
"Jadi beras tadi, yang saya ulangi lagi. Bukan persoalan oplos, persoalan campur. Ini adalah tidak sesuai standar. Standar premium adalah broken-nya 15%. Tetapi di sini ada tadi sampai 59% Itu sesuai lab, bukan sesuai Kementerian Pertanian. Kami menggunakan 13 lab. Dan ada sampel kami ambil tadi 10.000, itu brokennya 33%. Dan itu dianggap premium. Pelanggarannya di situ," ujarnya.
(kil/kil)作者:Aulia Damayanti -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()