Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan ini, Jumat (15/8), dengan mencatatkan penurunan IHSG sebesar 0,41% menjadi 7.898. Namun IHSG berhasil menembus rekor tertinggi perdagangan di atas 8.000, dan melonjak 365 poin dibanding penutupan akhir pekan sebelumnya di posisi 7.533. Investor asing di pasar saham mencatatkan inflow sebesar USD331 juta dalam sepekan terakhir.
Weekly Commentary PT Ashmore Asset Management Indonesia menyoroti beberapa peristiwa penting yang terjadi sepanjang pekan, sebagai berikut;

Apa yang terjadi sepanjang pekan?
Ashmore mencatat laju IHSG sepanjang pekan ini, antara lai ditopang oleh sektor yang mencatatkan kinerja terbaik yaitu sektor Teknologi dan Industri yang masing-masing melesat +15,41% dan +5,59%. Sedangkan sektor yang tertinggal adalah sektor Bahan Baku yang turun -2,89%.
Sementara itu, kinerja pasar terbaik pekan ini dicatatkan oleh Indeks IHSG (+4,84%) dan Indeks IDX30 (+3,77%), sedangkan harga batu bara dan emas mengalami koreksi masing-masing sebesar -3,81% dan -1,65%.
Ashmore juga mencatat, pekan ini, AS merilis data inflasi tahunan utama ( headline ) yang sesuai dengan ekspektasi di level 2,7%, tidak berubah dari bulan sebelumnya. Namun, kejutan datang dari data inflasi inti tahunan yang naik menjadi 3,1%, tertinggi sejak Februari dan di atas konsensus 3%. Kenaikan harga yang signifikan terjadi pada biaya hunian dan layanan kesehatan.
Selain itu, data Indeks Harga Produsen (PPI) bulanan juga mencatat kenaikan tak terduga menjadi 0,9% dibanding ekspektasi 0,2%. Ini merupakan kenaikan bulanan tertinggi sejak Juni 2022, terutama dipicu oleh kenaikan biaya jasa.
Di kawasan Eropa, sentimen ekonomi melemah setelah meningkat selama tiga bulan. Sebaliknya, data ketenagakerjaan menunjukkan pertumbuhan jumlah pekerja selama 17 kuartal berturut-turut, meski pertumbuhan ekonomi tetap moderat.
Jerman mengalami tren serupa pada sentimen ekonomi yang turun lebih dalam dari perkiraan, di tengah kekecewaan pasar terhadap kesepakatan dagang UE-AS dan lemahnya kinerja ekonomi Jerman pada kuartal kedua. Sementara itu, tingkat pengangguran di Inggris tetap stabil namun berada di level tertinggi sejak Juli 2021.
Di Asia, Jepang mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan berkat konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis yang solid. Sebaliknya, China mengalami perlambatan pada produksi industri dan penjualan ritel. Di Indonesia, data penjualan ritel tumbuh lebih lambat dari ekspektasi.
Menanti kejelasan di Jackson Hole Meeting
Ashmore mencermati, bahwa data di AS pekan ini kembali menimbulkan ketidakpastian arah tren makroekonomi, dengan inflasi inti tahunan yang mengejutkan di level 3,1% sementara inflasi utama tetap 2,7%, masih jauh di atas target The Fed sebesar 2%. Selain itu, PPI bulanan yang melonjak ke 0,9% juga menegaskan adanya tekanan inflasi, tertinggi sejak Juni 2022.
Sementara itu, data di China menunjukkan tanda-tanda perlambatan, dengan penjualan ritel dan produksi industri yang masih tumbuh namun melambat. Hal ini mencerminkan dampak perang dagang AS-China yang mulai terasa lebih signifikan pada perekonomian China.
Aashmore berpendpapat, meskipun pasar masih memperkirakan pemangkasan suku bunga pada pertemuan FOMC berikutnya di September (hampir sepenuhnya diperhitungkan), inflasi yang lebih tinggi menimbulkan risiko kejutan inflasi lanjutan yang dapat mempengaruhi keputusan suku bunga. "Mengingat dampak tarif impor belum sepenuhnya dibebankan ke konsumen, arah inflasi ke depan masih sangat tidak pasti," tulis Ashmore.
Ashmore melihat, semua perhatian kini tertuju pada Jackson Hole Meeting pekan depan, terutama pada nada pernyataan Ketua The Fed Powell di tengah data makro yang mengarah pada potensi stagflasi. Ekspektasi suku bunga akhir tahun ini terus berfluktuasi, dari sekitar 4,25% menjadi 4% saat ini, yang setara dengan dua kali pemangkasan 25 bps dari level sekarang.
Sementara itu, IHSG sempat mencetak rekor baru yang menyentuh 8.017 pada perdagangan Jumat sebelum turun menjelang libur panjang akhir pekan. "Reli ini sebagian didorong oleh arus masuk dana asing secara bertahap, dan sentimen positif domestik yang masih berpotensi berlanjut," ungkap Ashmore.
Salah satunya adalah peluang relokasi manufaktur ke Indonesia berkat kesepakatan dagang dengan AS, yang menurut Ashmore, berpotensi memberi keunggulan kompetitif. "Ruang kebijakan moneter domestik juga masih longgar karena pasar memperkirakan Bank Indonesia akan terus memangkas suku bunga hingga akhir tahun ini," imbuh Ashmore.
Ashmore juga melihat, imbal hasil obligasi terus menurun tajam, di mana lelang SRBI terbaru membawa imbal hasil tenor 12 bulan turun menjadi 5,34%. Dimana hal ini juga mendorong imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia turun, dengan tenor 10 tahun di bawah 6,4% dan tenor 2 tahun bahkan lebih rendah di 5,62%.
"Dengan proyeksi penerbitan obligasi yang lebih rendah untuk sisa tahun ini, imbal hasil berpotensi terus turun, terutama pada tenor panjang," sebut Ashmore.
Secara keseluruhan Ashmore menilai bahwa pandangan tetap bullish terhadap pasar saham dan obligasi, dengan preferensi pada durasi panjang untuk memaksimalkan imbal hasil seiring penurunan imbal hasil tenor panjang. (Ashmore)

Sumber : Admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
喜欢的话,赞赏支持一下
加载失败()