Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan ini Jumat (22/8), dengan melemah 0,40% menjadi 7.859, juga lebih rendah dari sesi penutupan pekan sebelumnya di posisi 7.898. Namun demikian investor asing mencatatkan arus masuk ke pasar saham Indonesia sebesar USD142 juta sepanjang pekan.
Weekly Commentary PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa peristiwa penting yang terjadi sepanjang pekan antara lain;

Apa yang terjadi sepanjang pekan ini?
Ashmore mencatat, sektor yang tertinggal pada pekan ini aadalah sektor Infrastruktur dan Energi yang masing-masing turun -1,79% dan -1,04%. Sementara itu, sektor yang mencatat kinerja positif adalah Industri (+4,68%) serta Transportasi & Logistik (+3,85%).
Indeks dengan kinerja terbaik pekan ini adalah CSI 300 (+4,18%) dan Shanghai Composite (+3,49%), sedangkan koreksi terdalam dicatatkan oleh Bitcoin (-4,02%) dan Nasdaq (-2,42%).
Di Amerika Serikat, pasar tenaga kerja menunjukkan pelemahan dengan klaim pengangguran awal lebih tinggi dari perkiraan dan klaim lanjutan naik ke level tertinggi sejak November 2021. Sebaliknya, angka pembangunan rumah ( housing starts ) naik ke level tertinggi lima bulan, melawan ekspektasi penurunan. PMI komposit juga meningkat ke level tertinggi sejak Desember lalu, terutama didorong sektor jasa. Di Kanada, inflasi utama lebih lunak, meski inflasi inti masih bertahan tetap tinggi.
Di Uni Eropa, PMI komposit mencatat ekspansi lebih kuat dari perkiraan dengan pertumbuhan didorong sektor jasa, namun kepercayaan konsumen turun lebih dari ekspektasi. Inggris menghadapi inflasi yang masih tinggi, dengan inflasi utama mencapai level tertinggi sejak Januari 2024 akibat kenaikan harga transportasi udara. Di Jerman, harga produsen turun tajam, dipicu biaya energi yang lebih rendah.
Di Jepang, neraca perdagangan berbalik mencatat defisit karena ekspor terus melemah di tengah ketidakpastian perdagangan. Inflasi tahunan melanjutkan tren penurunan bertahap sejak puncaknya pada Januari tahun ini. Sementara itu, Indonesia mencatat kejutan dengan pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia, seiring inflasi yang tetap dalam kisaran target dan rupiah yang relatif stabil.
Tetap selangkah di depan
Ashmore mencermati, pekan ini, data pasar tenaga kerja AS menunjukkan tanda-tanda pelemahan setelah klaim pengangguran awal mingguan naik lebih tinggi dari perkiraan. Selain itu, klaim lanjutan juga meningkat ke level tertinggi sejak akhir 2021, mendukung narasi pelemahan pasar tenaga kerja AS.
Sementara itu, data PMI komposit justru mencatat ekspansi yang lebih kuat dari perkiraan, terutama ditopang sektor jasa yang tangguh. Namun, ketidakpastian harga akibat dampak tarif yang masih berlangsung belum sepenuhnya tersalurkan ke konsumen.
"Campuran data ini menimbulkan kekhawatiran baru atas langkah The Fed berikutnya, karena pemangkasan suku bunga terlalu dini dapat memicu inflasi sementara PMI tetap kuat, meski pasar tenaga kerja melemah," tulis Ashmore.
Pasar kini menunggu sikap Ketua The Fed Jerome Powell dalam pertemuan Jackson Hole untuk petunjuk arah kebijakan pada FOMC September. Berdasarkan data terbaru, pasar melihat probabilitas sekitar 67% untuk pemangkasan suku bunga pada September, turun dari sekitar 85% sepekan lalu.
Ashmore berpendapat, dari sudut pandang rasional, The Fed seharusnya tetap independen dari pengaruh politik dan bergantung pada data, sehingga inflasi dan data tenaga kerja yang dirilis hingga pertemuan berikutnya akan menjadi faktor krusial untuk diperhatikan.
Di Indonesia, Ashmore menyoroti langkah pemerintah yang baru saja merilis RAPBN 2026 dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%, tertinggi sejak 2018 dan mencerminkan sikap ambisius. Sebagai perbandingan, pertumbuhan 2025 diperkirakan sebesar 4,7-5%.
Penerimaan fiskal ditargetkan tumbuh optimistis sebesar 9,8% per tahun. Secara keseluruhan, defisit fiskal diproyeksikan sekitar 2,48% dari PDB, lebih rendah dari estimasi 2025 sebesar 2,78%. Agenda belanja prioritas mencakup program strategis jangka panjang sekaligus insentif jangka pendek, yang memberikan kombinasi sehat untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan. "Meski ada risiko ketidaktercapaian target, tingkat defisit diperkirakan tetap berada di bawah ambang batas 3%," imbuh Ashmore.
Sementara itu, Ashmore menilai langkah mengejutkan Bank Indonesia memangkas suku bunga menegaskan keberanian bank sentral dalam mendukung pertumbuhan domestik. BI menilai kondisi kondusif untuk pelonggaran moneter dengan inflasi yang rendah mendekati batas bawah target serta rupiah yang stabil meski dolar AS masih tertekan.
"Langkah pre-emptive ini membuat BI bergerak lebih cepat dibanding The Fed, yang sulit menurunkan suku bunga karena kondisi di AS sangat berbeda," ungkap Ashmore.
Ashmore melihat, pasar merespons positif keputusan BI, terlihat dari penguatan saham berkapitalisasi besar dan arus masuk kembali investor asing ke pasar saham Indonesia. Imbal hasil obligasi pemerintah juga turun, terutama tenor pendek, dengan IndoGB 2Y turun ke 5,486% dan IndoGB 10Y ke 6,359% saat penutupan pasar. Lelang SRBI terbaru juga mencatat penurunan imbal hasil yang signifikan hingga 5,04%.
Ashmore berpendapat, secara global, pasar masih mengantisipasi pemangkasan suku bunga berlanjut hingga akhir tahun, meski pandangan terhadap AS lebih bergejolak karena faktor inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja yang dinamis. Semamtara itu, Indonesia tetap konsisten mendukung pertumbuhan melalui kombinasi kebijakan fiskal dan moneter.
"Tren lingkungan imbal hasil rendah masih berlanjut dan mendorong investor beralih ke aset berisiko. Kami tetap optimistis ( bullish ) terhadap saham Indonesia dengan fundamental yang kuat, serta lebih menyukai obligasi pemerintah berjangka panjang untuk potensi imbal hasil optimal seiring turunnya suku bunga." (Ashmore)

Sumber : Admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
喜欢的话,赞赏支持一下
加载失败()