Saham Berkualitas Tinggi Mengalami Aksi Jual ... Potensi untuk Keuntungan Jangka Panjang - Ashmore

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan terakhir Agustus, Jumat (29/8), dengan merosot 1,54% ke level 7.830,49, setelah sempat mencapai rekor tertinggi di 8.023 dan rekor penutupan tertinggi di 7.952, sehari sebelumnya. IHSG pada penutupan akhir pekan ini juga lebih rendah dari akhir pekan sebelumnya di posisi 7.859. Namun investor asing di pasar saham mencatatkan  inflow  sebesar USD161 juta sepanjang pekan.
 Weekly Commentary  PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa peristiwa penting yang terjadi sepanjang pekan, antara lain;

Apa yang terjadi minggu lalu?
Ashmore mencatat, sektor yang tertinggal pada akhir pekan ini adahal sektor Consumer Non-Cyclicals dan Consumer Cyclicals yang masing-masing anjlok -1,98% dan -1,92%. Sektor yang berkinerja baik adalah sektor Industrials serta Properties & Real Estate yang masing-masing melesat +7,18% dan +2,85%.
Pasar dengan performa terbaik minggu ini adalah Indeks CSI 300 (+2,71%) dan harga emas (+1,06%), sementara terjadi koreksi pada Bitcoin (-6,16%) dan Indeks LQ45 (-3,05%).
Ashmore juga mencatat, pekan ini AS merilis data pertumbuhan PDB kuartalan yang lebih kuat dari perkiraan untuk kuartal kedua sebesar 3,3% (tahunan), menjadi pertumbuhan terkuat sejak kuartal ketiga 2023. Angka ini merupakan estimasi kedua yang direvisi naik dari estimasi pertama berkat revisi ke atas pada investasi dan belanja konsumen.
"Pertumbuhan terutama didorong oleh perlambatan impor yang menjadi komponen negatif dari PDB. Data klaim pengangguran awal tercatat lebih rendah dibandingkan minggu sebelumnya, meski masih relatif tinggi dibandingkan rata-rata dua bulan terakhir," tulis Ashmore.
Di Eropa, Zona Euro mencatatkan sentimen ekonomi yang sedikit lebih rendah dibandingkan konsensus kenaikan, dipengaruhi turunnya kepercayaan di sektor jasa dan konstruksi. Namun, pendaftaran mobil baru meningkat setelah penurunan di bulan sebelumnya.
Jerman mencatatkan tingkat kepercayaan konsumen terlemah sejak April akibat melemahnya prospek pendapatan. Sebaliknya, kepercayaan bisnis terus membaik dengan ekspektasi lebih kuat untuk bulan-bulan mendatang.
Di Asia, Jepang mencatat kenaikan kepercayaan konsumen, level terkuat sejak Februari tahun ini, seiring perbaikan prospek pendapatan dan kesejahteraan secara umum. Selain itu, tingkat pengangguran turun tak terduga, mencapai level terendah sejak Desember 2019 dan tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat. Namun, data penjualan ritel melambat ke laju terendah sejak Februari 2022.
Hal yang perlu dicermati
Pekan ini, Ashmore menyoroti, pertumbuhan PDB AS yang lebih kuat dari perkiraan ditambah kinerja positif dari perusahaan teknologi AS mendorong kenaikan pasar saham. Namun, imbal hasil obligasi pemerintah AS masih relatif tinggi meski ada tekanan turun seiring meningkatnya optimisme. Yield obligasi tenor 10 tahun tetap bertahan di atas 4,2% dan tenor 2 tahun di atas 3,6%.
Ashmore juga mencermati, berita terbaru di AS terkait tekanan politik dari Presiden Trump terhadap The Fed, khususnya upaya Trump untuk memberhentikan Gubernur The Fed Lisa Cook. Jika hal ini benar terjadi, independensi The Fed bisa dipertanyakan, apalagi sejak awal tahun Trump mendorong pemangkasan suku bunga yang agresif.
"Kasus ini belum pernah terjadi sebelumnya, namun pasar obligasi global relatif tenang tanpa aksi jual panik, menandakan keyakinan bahwa peran independen The Fed masih tetap dihormati," imbuh Ashmore.
Di sisi lain, pengecualian tarif untuk paket kecil di AS baru saja berakhir, yang dapat berdampak signifikan pada konsumen AS, khususnya pembelian melalui platform  e-commerce.  Aturan sebelumnya menetapkan bahwa paket di bawah ambang USD800 (sejak 2016) bebas dari tarif.
"Dampak langsungnya: penerimaan pemerintah lebih tinggi yang bisa membantu menekan defisit, namun dengan konsekuensi tekanan inflasi yang lebih besar. Hal ini mirip dengan rencana tarif "Resiprokal" yang diajukan Trump," ungkap Ashmore.
Sementara itu, pidato terbaru Ketua The Fed Powell di pertemuan Jackson Hole menekankan peluang lebih besar pemangkasan suku bunga pada rapat September, dengan fokus bergeser ke data pasar tenaga kerja serta menambah fleksibilitas terhadap inflasi.
Ashmore menilai, konsensus pasar sejalan dengan nada Powell, dengan ekspektasi sekitar 85% peluang pemangkasan suku bunga pada rapat September, namun fokus tetap pada rilis data utama sebelum rapat tersebut. Pasar memperkirakan inflasi inti PCE bulanan sekitar 0,3%, namun masih ada kemungkinan kejutan yang dapat membuat yield tetap tinggi.
Di Indonesia, Ashmore berpendapat, ketidakpuasan publik terhadap kelompok politik meningkat signifikan pada Jumat lalu. Dampak langsung terlihat di pasar saham, di mana indeks utama turun -1,53% dalam satu hari. Sementara itu, yield obligasi naik tipis 3-5 bps.
"Sentimen risiko terlihat relatif tenang dalam jangka sangat pendek, meski peristiwa tersebut bisa berdampak sementara terhadap pasar modal, namun bukan perubahan struktural," sebut Ashmoore.
Ashmore menilai, peluang datang dan pergi, dan volatilitas terbaru bisa menjadi jendela kesempatan bagi investor untuk menyeimbangkan kembali portofolio dan mengoptimalkan imbal hasil. "Saham-saham berkualitas tinggi mengalami aksi jual karena likuiditasnya tinggi, sehingga investor bisa memanfaatkan harga yang tertekan untuk potensi keuntungan jangka panjang," Ashmore menambahkan.
Yield obligasi Indonesia melanjutkan tren turun setelah pemangkasan suku bunga BI terbaru, dan sikap bank sentral mengisyaratkan potensi penurunan lebih lanjut. "Kami terus memantau kondisi yang dinamis ini, namun mengingatkan bahwa periode volatilitas tinggi justru bisa membuka peluang  entry point  yang lebih baik bagi investor." (Ashmore)


Sumber : Admin