- Rupiah melemah ke Rp16.601 per dolar AS pada Jumat (19/9), tertekan oleh sikap hati-hati The Fed yang belum melihat urgensi untuk memangkas suku bunga acuan lebih lanjut.
- Data ekonomi AS solid (klaim pengangguran turun, indeks manufaktur melonjak) memperkuat dolar, ditambah kekhawatiran sanksi baru AS terhadap Rusia.
- Di dalam negeri, ketidakpastian global membuat stimulus fiskal Rp200 triliun dipandang kurang efektif, karena lemahnya permintaan kredit dan risiko cadangan fiskal pemerintah tergerus.
Ipotnews - Kurs rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan di akhir pekan, seiring sikap hati-hati Federal Reserve dalam menurunkan suku bunga acuannya.
Mengutip data Bloomberg pada Jumat (19/9) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup pada level Rp16.601 per dolar AS, melemah 74 poin, atau 0,45% dibandingkan penutupan Kamis sore (18/9) di level Rp16.527 per dolar AS.
Pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, tekanan terhadap rupiah tidak lepas dari pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang menegaskan bahwa bank sentral AS belum melihat alasan untuk buru-buru memangkas suku bunga. Powell juga menepis wacana pemangkasan agresif sebesar 50 basis poin (bps) dan menekankan setiap keputusan akan berbasis data, bukan tekanan politik.
"Pernyataan Powell membuat pasar mengurangi ekspektasi pelonggaran moneter cepat, sehingga dolar AS kembali perkasa dan rupiah ikut tertekan," kata Ibrahim dalam siaran pers, sore ini.
Selain faktor kebijakan moneter AS, data ekonomi terbaru turut memperkuat posisi dolar. Klaim pengangguran awal mingguan turun menjadi 231 ribu pada pekan yang berakhir 13 September, lebih baik dari perkiraan 240 ribu. Sementara itu, indeks manufaktur The Fed Philadelphia melonjak tajam ke 23,2 pada September, jauh di atas ekspektasi 2,3 dan membaik signifikan dari Agustus yang minus 0,3.
Ibrahim menambahkan, pasar juga masih mewaspadai ketegangan geopolitik yang meningkat, termasuk potensi sanksi baru AS terhadap minyak Rusia dan gangguan pasokan energi dari Moskow.
Dari dalam negeri, pelemahan rupiah turut dipengaruhi ketidakpastian ekonomi global yang berisiko membuat stimulus fiskal Rp200 triliun pemerintah kurang efektif. Meski likuiditas perbankan ditopang dana pemerintah, pelaku usaha masih menahan ekspansi akibat lemahnya daya beli dan tingginya risiko kredit.
"Penempatan dana Rp200 triliun yang bersumber dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) bukan solusi jangka panjang, karena justru bisa menggerus cadangan fiskal pemerintah," ungkap Ibrahim. (Adhitya/AI)
Sumber : admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
喜欢的话,赞赏支持一下
加载失败()