
Fenomena 'job hugging' merebak terjadi di pekerja Tanah Air. Hal ini bisa terjadi karena didorong oleh situasi ekonomi yang tidak menentu, sehingga pekerja cenderung merasa perlu terikat pada pekerjaannya.
Pengamat ketenagakerjaan sekaligus Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjuddin Noer Effendi, mengatakan fenomena ini secara garis besar adalah para pekerja yang memilih bertahan pada pekerjaannya. Di sisi lain, para pekerja juga mengambil banyak peluang, sehingga membatasi kesempatan buat orang lain bisa masuk ke pasar kerja.
"Ini muncul karena beberapa hal, karena ketidakpastian dan perlambatan ekonomi. Di Indonesia, perlambatan ekonomi karena daya beli merosot, banyak industri yang melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Karena itu banyak orang bertahan pada pekerjaan yang lama, meskipun gajinya mungkin stagnan karena sulit mencari pengganti," kata Tadjuddin saat dihubungi detikcom, Sabtu (20/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tren 'Job Hugging' Hantui Dunia Kerja, Apa Itu? |
Hal lain yang mendorong terjadinya fenomena ini yaitu pelemahan daya beli di masyarakat. Sehingga, meninggalkan pekerjaan dengan kondisi ketidakpastian bisa langsung dapat pekerjaan baru juga menjadi pemicunya. Bahkan, 'job hugger' ini rela bekerja sambilan demi bisa mengais lebih banyak pundi-pundi uang.
"Saya katakan, daya beli rendah. Sehingga orang tidak mau meninggalkan (pekerjaannya), kalau nanti tidak mendapatkan pekerjaan yang pasti. Kemudian, munculnya pekerjaan-pekerjaan yang bisa dilakukan sebagai sambilan. Dia tidak akan meninggalkan pekerjaan yang lama, kemudian dia bekerja pada pekerjaan sambilan," tambahnya.
Fenomena ini bagai pisau bermata dua, menunjukkan adanya sisi buruk tapi juga ada sisi baiknya, menurut Tadjuddin. Di satu sisi, fenomena ini menunjukkan bahwa pasar kerja Indonesia tidak baik-baik saja, lantaran perusahaan tidak menyerap tenaga kerja dengan maksimal. Sisi lainnya, 'setidak'-nya para pekerja tetap berada dalam situasi masih bekerja dan tak menyumbang angka pengangguran tambah naik.
"Dari sisi negatifnya, orang mencari kerja tapi perusahaan tidak (melakukan) rekrutmen. Jadi, orang susah untuk mencari kerja, oleh karena itu banyak pengangguran. Positifnya bagi para pekerja yang tidak mau meninggalkan pekerjaan ini 'kan tetap bertahan. Jadi, tetap bertahan untuk hidup, tetapi tidak terjadi perubahan di dalam penghasilan mereka," tutup Tadjuddin.
(fdl/fdl)作者:Amanda Christabel -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()