- Brent melonjak 1,6% ke USD67,63 dan WTI melambung 1,8% ke USD63,41 setelah rencana ekspor minyak dari Kurdistan kembali tertunda.
- Investor mencermati potensi surplus pasokan global, ditopang kenaikan produksi OPEC + dan non- OPEC , sementara permintaan terbebani adopsi kendaraan listrik dan tekanan ekonomi.
- Pasar juga menunggu data stok minyak AS, perkembangan sanksi UE terhadap Rusia, serta eskalasi konflik di Timur Tengah dan serangan Ukraina ke infrastruktur energi Rusia.
Ipotnews - Harga minyak melonjak lebih dari USD1 per barel, Selasa, setelah rencana kesepakatan untuk melanjutkan ekspor minyak dari wilayah Kurdistan, Irak, kembali tertunda. Kondisi ini meredakan kekhawatiran investor bahwa pasokan global akan kembali membengkak.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melesat USD1,06 atau 1,6% menjadi USD67,63 per barel, demikian laporan Reuters, di Houston, Selasa (23/9) atau Rabu (24/9) pagi WIB.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melambung USD1,13 atau 1,8% menjadi USD63,41 per barel. Kedua acuan itu berhasil menutup kerugian tipis yang sempat terjadi di awal sesi, setelah sebelumnya anjlok sekitar 3% dalam empat hari beruntun.
Ekspor melalui pipa dari Kurdistan ke Turki belum juga dimulai meski ada harapan tercapainya kesepakatan. Dua produsen utama dilaporkan masih menuntut jaminan pembayaran utang sebelum aliran sekitar 230.000 barel per hari kembali ke pasar. Ekspor ini terhenti sejak Maret 2023.
"Pasar sempat menjual (minyak) karena laporan kesepakatan Kurdistan. Namun, karena kesepakatan belum terealisasi, pasokan itu kembali hilang dari pasar," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group.
Secara global, pasar minyak masih dibayangi kelebihan pasokan dan perlambatan permintaan, dipengaruhi meningkatnya penggunaan kendaraan listrik serta tekanan ekonomi akibat tarif perdagangan Amerika.
Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan bulanan terbarunya memperkirakan pasokan minyak dunia akan tumbuh lebih cepat tahun ini dan surplus dapat melebar hingga 2026 seiring kenaikan produksi OPEC + dan pemasok non- OPEC .
Di sisi lain, pasar juga mencermati potensi sanksi baru Uni Eropa terhadap ekspor minyak Rusia serta eskalasi ketegangan di Timur Tengah. "Faktor pendukung harga saat ini adalah rendahnya persediaan minyak di negara-negara OECD . Namun, peningkatan ekspor OPEC + dan belum adanya sanksi baru untuk minyak Rusia menjadi tekanan," kata analis UBS, Giovanni Staunovo.
Data awal Reuters memperkirakan stok minyak mentah AS naik pekan lalu, sementara persediaan bensin dan distilat kemungkinan turun. Pasar menunggu laporan resmi American Petroleum Institute. Flynn menambahkan, data distilat akan menjadi perhatian khusus karena bisa meredakan kekhawatiran atas pasokan Rusia di tengah serangan Ukraina terhadap infrastruktur minyak Moskow.
Militer Ukraina mengklaim menyerang dua fasilitas distribusi minyak Rusia di Bryansk dan Samara pada Selasa dini hari. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dijadwalkan bertemu Presiden AS Donald Trump di PBB untuk mendorong sanksi baru terhadap Rusia dan mendapatkan dukungan lebih kuat bagi upaya perang Kyiv. (Reuters/AI)
Sumber : Admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
喜欢的话,赞赏支持一下
加载失败()