- Rupiah diperdagangkan di Rp16.752 per dolar AS, melemah 0,10% dibanding Kamis, dengan kisaran perdagangan Rp16.730-Rp16.793.
- Bank Indonesia menegaskan komitmen intervensi agresif di pasar domestik dan internasional, meski rupiah sudah melemah lebih dari 3% sepanjang tahun.
- Faktor eksternal meliputi ketegangan geopolitik dan penguatan dolar AS, sementara dari dalam negeri sentimen negatif muncul dari kebijakan fiskal dan penolakan tax amnesty.
Rupiah (IDR) melemah pada perdagangan Jumat di Rp16.752 per dolar AS (USD), turun 17 poin atau 0,10% dibanding Kamis. Kurs bergerak fluktuatif sejak awal sesi dan sempat menyentuh Rp16.793 sebelum stabil menjelang sesi Eropa. Pasar menakar pergerakan jangka pendek USD/IDR akan berada di rentang 16.750-16.850.
Gubernur Perry Warjiyo menegaskan Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi agresif, baik di pasar spot, NDF domestik, pembelian obligasi pemerintah, maupun intervensi NDF di pasar internasional. Langkah ini, menurut Perry, bertujuan agar rupiah kembali mencerminkan nilai fundamental serta menjaga kepercayaan pelaku pasar. Meski demikian, rupiah masih mencatat pelemahan 1,8% sepanjang bulan ini dan lebih dari 3% sejak awal tahun, menjadikannya salah satu mata uang dengan kinerja terlemah di Asia.
Rupiah Tertekan Geopolitik Global dan Kebijakan Domestik
Ibrahim Assuaibi menilai rupiah tertekan oleh kombinasi eksternal dan internal: dolar AS menguat akibat ketegangan geopolitik di Eropa, sementara dari dalam negeri sentimen negatif muncul setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak tax amnesty yang dinilai pasar sebagai kebijakan potensial untuk memperkuat fiskal, seperti yang dilaporkan Tempo.
Di sisi lain, sebelumnya, Purbaya mengumumkan rencana menarik kembali simpanan dolar masyarakat Indonesia di luar negeri dengan menyiapkan insentif berbasis pasar. Kebijakan ini diharapkan memperkuat cadangan devisa, menambah suplai valas di perbankan, serta mendukung pembiayaan proyek strategis seperti hilirisasi. Dampaknya terhadap rupiah akan sangat bergantung pada kecepatan dan efektivitas implementasi insentif tersebut.
Pasar Cermati Perbedaan Pandangan The Fed dan Ketahanan Ekonomi AS
Pasar global juga menyoroti pandangan beragam dari pejabat Federal Reserve. Gubernur Stephen Miran lebih optimistis, memproyeksikan pertumbuhan AS 3% pada 2025-2026, didukung imigrasi, deregulasi, dan teknologi AI. Ia menilai kebijakan moneter terlalu ketat sekitar 200 bp dan mendukung pemangkasan 50 bp secara bertahap. Namun, Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee menolak pemangkasan agresif, menyebut inflasi masih tinggi dan memperingatkan risiko pelonggaran terlalu dini. Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid menilai kebijakan saat ini sudah mendekati mandat ganda, meski masih bergantung pada data ekonomi selanjutnya.
Data terbaru menunjukkan ketahanan ekonomi AS. Pesanan barang tahan lama Agustus naik 2,9% (USD 8,9 miliar) menjadi USD 312,1 miliar, berbalik dari penurunan 2,7% pada Juli. PCE Inti kuartal II tercatat 2,6%, di atas ekspektasi 2,5%, menandakan inflasi inti tetap relatif tinggi. Klaim awal pengangguran turun menjadi 218 ribu, lebih rendah dari prakiraan 235 ribu, dengan rata-rata empat minggu menyusut ke 237,5 ribu. PDB kuartal II juga direvisi naik menjadi 3,8% (YoY), di atas estimasi 3,3%, didorong belanja konsumen.
Pasar Menanti Rilis PCE AS Agustus dan Sinyal Baru dari Pejabat The Fed
Pada Jumat, fokus utama pasar tertuju pada rilis indeks harga PCE Agustus, indikator inflasi favorit The Fed. Konsensus memprakirakan PCE Inti naik 0,2% MoM dan 2,9% YoY, sementara PCE utama diproyeksikan 0,3% MoM dan 2,7% YoY. Data pendapatan pribadi (+0,3%) dan belanja pribadi (+0,5%) juga akan menjadi sorotan, bersama survei University of Michigan untuk September mengenai sentimen konsumen dan ekspektasi inflasi. Pidato pejabat The Fed, termasuk Thomas Barkin dan Michelle Bowman, ditunggu sebagai petunjuk tambahan arah kebijakan.
Data PCE dan rilis ekonomi Amerika Serikat pada Jumat ini akan menjadi penentu arah jangka pendek rupiah-dolar. Jika inflasi AS terbukti masih kuat, dolar berpeluang bertahan kokoh sehingga rupiah kembali tertekan. Sebaliknya, bila inflasi melunak, rupiah mendapat peluang untuk konsolidasi, meski ruang penguatannya tetap terbatas karena ketergantungan pada intervensi Bank Indonesia yang intensif untuk menjaga stabilitas pasar.
Indikator Ekonomi
Belanja Konsumsi Perorangan - Indeks Harga (Thn/Thn)
Belanja Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditures/PCE), yang dirilis oleh Biro Analisis Ekonomi AS pada basis bulanan, mengukur perubahan harga barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen di Amerika Serikat (AS). Pembacaan YoY membandingkan harga pada bulan referensi dengan tahun sebelumnya. Perubahan harga dapat menyebabkan konsumen beralih dari membeli satu barang ke barang lain dan Deflator PCE dapat memperhitungkan substitusi tersebut. Hal ini menjadikannya ukuran inflasi yang disukai oleh Federal Reserve. Umumnya, pembacaan yang tinggi adalah bullish bagi Dolar AS (USD), sedangkan pembacaan yang rendah adalah bearish.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Jum Sep 26, 2025 12.30
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: 2.7%
Sebelumnya: 2.6%
Sumber: US Bureau of Economic Analysis
作者:Tim FXStreet,文章来源FXStreet_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
加载失败()