- Rupiah ditutup menguat tipis ke Rp16.738 per dolar AS pada Jumat (26/9), berkat intervensi Bank Indonesia yang menahan pelemahan lebih lanjut.
 - Eksternal: dolar AS menguat dipicu tarif baru Trump dan data ekonomi AS yang solid; pasar menanti rilis inflasi PCE AS, sementara tensi geopolitik meningkat akibat pembatasan ekspor energi Rusia.
 - Internal: ekonomi Indonesia diproyeksi melambat, dengan pertumbuhan kuartal III hanya 0,95% QoQ dan 4,8% YoY; ekonomi 2025 diperkirakan tumbuh 4,9% dengan BI Rate berpotensi turun ke 4,5%.
 
Ipotnews - Kurs rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar AS karena intervensi Bank Indonesia yang mencegah pelemahan lebih jauh.
Mengutip data Bloomberg pada Jumat (26/9) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup pada level Rp16.738 per dolar AS, posisi tersebut menguat 11 poin atau 0,07% dibandingkan Kamis sore (25/9) kemarin di level Rp16.749 per dolar AS.
Pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan rupiah berhasil menguat tipis di tengah tekanan eksternal maupun dari internal. "Ini karena intervensi BI yang sebetulnya sudah berlangsung sejak kemarin, namun baru membuahkan hasil sore ini di akhir pekan," kata Ibrahim dalam keterangan resmi sore ini.
Dari eksternal, indeks dolar AS menguat setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif perdagangan baru, termasuk tarif 100% untuk seluruh impor farmasi. Kebijakan ini meningkatkan ketidakpastian global dan memicu pergerakan risk-off di pasar keuangan.
Di sisi lain, data ekonomi AS menunjukkan penguatan. Produk domestik bruto (PDB) kuartal II 2025 tumbuh lebih tinggi dari perkiraan, sementara klaim pengangguran mingguan turun. Namun, pernyataan hati-hati dari pejabat The Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, menyoroti risiko ekonomi akibat inflasi yang stagnan dan pasar tenaga kerja yang melemah.
Fokus pasar kini tertuju pada rilis data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS pada Jumat malam, yang menjadi tolok ukur inflasi pilihan The Fed. Inflasi inti PCE diperkirakan tetap stabil di Agustus dan masih jauh di atas target tahunan 2%. Kondisi ini dapat mengurangi ruang The Fed untuk memangkas suku bunga, meskipun Trump kembali mendesak penurunan suku bunga ke level 2%.
Selain itu, tensi geopolitik meningkat setelah Ukraina menyerang infrastruktur energi Rusia. Moskow pun membatasi ekspor bahan bakar, dengan larangan sebagian ekspor solar hingga akhir tahun dan memperpanjang larangan ekspor bensin.
Dari dalam negeri, sentimen rupiah tertekan oleh proyeksi perlambatan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 hanya 0,95% secara kuartalan (quarter-to-quarter), jauh melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,04%. Secara tahunan (year-on-year), ekonomi diperkirakan tumbuh 4,8%, turun dari capaian 5,12% pada kuartal II-2025.
"Perekonomian domestik diprediksi hanya tumbuh 4,9% di sepanjang 2025, dengan inflasi rendah di kisaran 1,8%. Sementara tingkat BI Rate diperkirakan berada di 4,5% pada akhir tahun, mencerminkan potensi satu kali pemangkasan suku bunga lagi," jelas Ibrahim.(Adhitya/AI)
Sumber : admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
        喜欢的话,赞赏支持一下
        


加载失败()