Minyak Stabil di Tengah Asa Gencatan Gaza dan Tensi Perundingan Ukraina

• Harga minyak stabil karena potensi gencatan senjata di Gaza mengurangi ketegangan geopolitik, namun konflik Ukraina yang stagnan tetap mempertahankan risiko terhadap pasokan Rusia.
• Brent naik tipis ke USD66,33 dan WTI ke USD62,62 per barel, ditopang keputusan OPEC + yang menaikkan output di bawah ekspektasi serta tingginya konsumsi minyak AS menurut data EIA.
• Permintaan minyak global mulai melambat di awal Oktober, terlihat dari indikator aktivitas ekonomi global, meski masih lebih tinggi dibanding tahun lalu.

Ipotnews - Harga minyak relatif stabil, Kamis, saat investor menimbang potensi kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang dapat meredakan ketegangan geopolitik di Timur Tengah, berbanding terbalik dengan mandeknya perundingan damai di Ukraina yang berpotensi mempertahankan sanksi terhadap Rusia dan membatasi ekspor minyaknya.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, naik 8 sen atau 0,12%, menjadi USD66,33 per barel pada pukul 14.00 WIB, demikian laporan  Reuters  dan  Bloomberg,  di Singapura, Kamis (9/10).
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), bertambah 7 sen atau 0,11%, menjadi USD62,62 per barel.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan telah tercapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza sebagai bagian dari rencana mengakhiri konflik dua tahun di wilayah Palestina tersebut.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan akan menggelar rapat pemerintah untuk mengesahkan kesepakatan gencatan senjata yang dijadwalkan akan ditandatangani pada Kamis pukul 16.00 WIB.
Namun, analis menilai masih perlu kehati-hatian dalam menilai kesepakatan tersebut. Claudio Galimberti, Kepala Ekonom Rystad Energy, mengatakan, "Setan selalu ada di detail, dan saya akan menghindari spekulasi saat ini karena banyak kegagalan awal yang pernah terjadi."
Konflik di Gaza selama ini mendukung harga minyak, karena investor waspada terhadap potensi risiko gangguan pasokan global jika perang meluas menjadi konflik regional yang lebih besar.
Namun, Michael McCarthy, CEO platform investasi Moomoo untuk Australia dan Selandia Baru, menilai gencatan senjata ini kecil kemungkinannya mengubah pasokan minyak dari Timur Tengah, terutama karena kelompok OPEC + belum mencapai target peningkatan output mereka.
OPEC +, yang terdiri dari Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya, Minggu, menyetujui kenaikan output pada November yang lebih kecil dari ekspektasi pasar, sehingga menurunkan kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan.
Harga minyak sempat melonjak sekitar 1%, Rabu, mencapai level tertinggi dalam satu minggu. Hal ini didorong pandangan investor bahwa stagnannya perundingan damai Ukraina menandakan sanksi terhadap Rusia, eksportir minyak terbesar kedua di dunia, akan terus berlanjut dalam waktu dekat.
Galimberti menambahkan, "Selama perang di Ukraina masih berlangsung, premi risiko geopolitik diperkirakan tetap tinggi karena produksi minyak Rusia yang berisiko tetap signifikan."
Di sisi lain, laporan dari Energy Information Administration (EIA), Rabu, menunjukkan pasokan produk minyak Amerika Serikat sebagai indikator konsumsi minyak nasional melesat menjadi 21,990 juta barel per hari (bph) pekan lalu, level tertinggi sejak Desember 2022.
Namun, analis JP Morgan mencatat permintaan minyak global pada awal Oktober mulai melambat. Indikator konsumsi seperti kedatangan kontainer di Pelabuhan Los Angeles, jarak tempuh tol truk di Jerman, dan throughput kontainer di China memperlihatkan penurunan aktivitas.
Permintaan minyak global rata-rata mencapai 105,9 juta bph pada tujuh hari pertama Oktober, meningkat 300 ribu barel dibanding tahun lalu, namun 90 ribu barel lebih rendah dari perkiraan JP Morgan.
Selain itu, laju penimbunan persediaan minyak mentah dan produk global juga melambat, dengan kenaikan hanya 8 juta barel minggu lalu, yang merupakan pertumbuhan paling lambat dalam lima pekan terakhir. (Reuters/Bloomberg/AI)

Sumber : Admin