- Permintaan tembaga di AS dan India diproyeksikan meningkat tajam dalam dekade mendatang, sementara konsumsi China melambat akibat berkurangnya ekspansi industri dan infrastruktur.
- China diperkirakan masih menjadi pasar utama, namun pangsanya terhadap konsumsi global akan turun menjadi sekitar 52% pada 2031, sementara AS dan India mencatat lonjakan permintaan hingga 50% dan 30%.
- Pembangunan pusat data, modernisasi jaringan listrik, dan kebijakan tarif AS terhadap produk China menjadi pendorong utama pertumbuhan permintaan baru di luar China.
Ipotnews -- Permintaan tembaga di Amerika Serikat dan India diperkirakan meningkat pesat dalam dekade mendatang, menggeser dominasi China yang selama ini menjadi konsumen terbesar logam industri tersebut. Penurunan konsumsi di China terjadi seiring melambatnya ekspansi industri dan infrastruktur negara itu, yang selama 25 tahun terakhir mendorong harga tembaga melonjak dari sekitar USD1.500 menjadi di atas USD10.000 per ton.
Meski China diperkirakan tetap menjadi pasar utama tembaga dalam jangka panjang, para analis menilai sejumlah faktor baru seperti kebijakan regional, siklus infrastruktur, dan perubahan geopolitik akan semakin memengaruhi pasar global.
"China akan mengurangi laju konsumsi dan penimbunan tembaga. Kita akan kembali pada pendorong tradisional permintaan, yakni siklus penggantian infrastruktur di luar China," ujar analis Panmure Liberum, Tom Price, seperti dilansir Reuters, di London, Minggu (19/10) atau Senin (20/10) pagi WIB.
Langkah negara-negara Barat untuk memperkuat produksi dalam negeri turut menekan aktivitas manufaktur dan ekspor China, sehingga menurunkan permintaan terhadap tembaga rafinasi yang tahun ini diperkirakan mencapai 15 juta ton. Sebaliknya, pembangunan pusat data untuk mendukung teknologi kecerdasan buatan (AI) dan modernisasi jaringan listrik di AS serta India akan menjadi motor pertumbuhan permintaan global.
Price memproyeksikan permintaan tembaga China pada 2031 akan turun 6% dibanding 2026, menjadi sekitar 27 juta ton atau 52% dari konsumsi global -- lebih rendah dari 57% pada 2026. Sebaliknya, permintaan Amerika diprediksi melambung hampir 50% menjadi 2,2 juta ton, sementara India akan melampaui 1 juta ton, melejit lebih dari 30% dalam periode yang sama.
Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan tarif 50% untuk impor pipa dan kabel tembaga dari China juga diperkirakan mendorong peningkatan produksi dalam negeri Amerika. Data Trade Data Monitor menunjukkan AS merupakan pasar ekspor terbesar keempat bagi China untuk produk pipa tembaga, dengan impor mencapai 14,4 juta ton pada 2024.
Analis Concord Resources, Duncan Hobbs, mengatakan meningkatnya resistensi negara-negara Barat terhadap produk manufaktur China akan memperlambat ekspor Beijing, termasuk untuk komponen tembaga pada infrastruktur kelistrikan.
Sementara itu, India terus memperluas jaringan transmisi guna mencapai target kapasitas energi nonfosil sebesar 500 gigawatt pada 2030. Menurut Benchmark Mineral Intelligence (BMI), permintaan tembaga di kawasan Asia di luar China diperkirakan melonjak 25% menjadi lebih dari 9,2 juta ton antara 2025 dan 2030, dengan sektor kelistrikan, pusat data, dan telekomunikasi menyumbang kenaikan hingga 35%.
Meski begitu, analis CRU Robert Edwards menilai modernisasi jaringan listrik di negara-negara Barat akan bersifat bertahap dan tidak setinggi kebutuhan pembangunan baru seperti di China. CRU memperkirakan porsi konsumsi tembaga China terhadap total global akan merosot menjadi 57% pada 2030, dari 59% tahun ini.
"Potensi pertumbuhan permintaan di China semakin terbatas. Ke depan, peningkatan konsumsi akan lebih banyak datang dari negara-negara lain," ujar Edwards. (Reuters/AI)
Sumber : Admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
        喜欢的话,赞赏支持一下
        



加载失败()