- Harga minyak Brent dan WTI turun masing-masing 0,86% dan 0,92%, dipicu kekhawatiran oversupply dan melemahnya permintaan akibat ketegangan dagang AS-China.
- Data ekonomi China menunjukkan pelemahan pertumbuhan kuartal III, memperkuat kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan dampaknya terhadap permintaan energi.
- Ketegangan geopolitik, termasuk ancaman tarif AS terhadap India dan tekanan untuk menghentikan pembelian minyak Rusia, turut menambah ketidakpastian pasar minyak.
Ipotnews - Harga minyak melemah, Senin, tertekan kekhawatiran kelebihan pasokan (oversupply) dan meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika-China, yang menambah ketakutan akan perlambatan ekonomi global dan melemahnya permintaan energi.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, turun 54 sen atau 0,86% menjadi USD60,75 per barel pada pukul 13.38 WIB, demikian laporan Reuters dan Bloomberg, di Tokyo, Senin (20/10).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), berkurang 53 sen atau 0,92% menjadi USD57,01 per barel, menghapus kenaikan dari Jumat.
Kedua acuan harga minyak ini merosot lebih dari 2% sepanjang pekan lalu, mencatatkan penurunan mingguan ketiga secara berturut-turut. Tekanan ini dipicu oleh proyeksi dari International Energy Agency (IEA) yang memperkirakan terjadi kelebihan pasokan global pada 2026.
"Kekhawatiran akan kelebihan pasokan akibat meningkatnya produksi dari negara-negara penghasil minyak, ditambah dengan ketakutan terhadap perlambatan ekonomi akibat memanasnya tensi dagang AS-China, menjadi pemicu utama aksi jual di pasar minyak," kata Toshitaka Tazawa, analis Fujitomi Securities, Tokyo.
Data yang dirilis Biro Statistik China, Senin, menunjukkan pertumbuhan ekonomi kuartal III melemah ke level terendah dalam setahun, disebabkan melambatnya permintaan domestik.
Hal ini memicu pertanyaan tentang keberlanjutan strategi Beijing yang masih mengandalkan ekspor, terutama di tengah ketegangan dagang yang belum mereda dengan Amerika Serikat.
Pekan lalu, Dirjen World Trade Organization (WTO) memperingatkan bahwa konflik dagang yang berkepanjangan antara dua ekonomi terbesar dunia itu dapat memangkas output ekonomi global hingga 7% dalam jangka panjang.
Dia juga mendesak Washington dan Beijing untuk meredakan ketegangan dan menghindari langkah-langkah yang mengarah pada "decoupling" ekonomi.
Amerika dan China, dua konsumen minyak terbesar di dunia, dalam beberapa pekan terakhir kembali saling mengenakan biaya tambahan di pelabuhan atas kargo antarnegara, sebuah aksi balasan yang dinilai dapat mengganggu arus perdagangan global, termasuk energi.
Situasi geopolitik juga menambah tekanan bagi pasar minyak. Presiden AS Donald Trump kembali mengancam akan memberlakukan tarif besar-besaran terhadap India jika negara tersebut tidak menghentikan pembelian minyak dari Rusia.
Sementara itu, Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan sepakat untuk menggelar pertemuan kedua terkait perang di Ukraina. Hal ini terjadi di tengah tekanan dari AS dan Eropa agar negara-negara Asia, khususnya India dan China, menghentikan pembelian energi dari Rusia.
Trump sebelumnya juga bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Gedung Putih, dan menyerukan kepada kedua pihak--Ukraina dan Rusia--untuk "segera menghentikan perang", meski itu berarti Ukraina harus menyerahkan sebagian wilayahnya.
Menurut analis dan sumber perdagangan, tekanan dari AS dan Eropa terhadap pembeli minyak Rusia di Asia dapat memaksa India mengurangi impor mulai Desember, yang justru bisa membuka jalan bagi China mendapatkan pasokan lebih murah dari Rusia.
Dari sisi suplai, perusahaan energi AS dilaporkan menambah jumlah rig minyak dan gas untuk pertama kalinya dalam tiga pekan terakhir. Informasi ini dirilis perusahaan jasa energi Baker Hughes dalam laporan mingguan yang dirilis Jumat. (Reuters/Bloomberg/AI)
Sumber : Admin
作者:indopremier_id,文章来源indopremier_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。
喜欢的话,赞赏支持一下


加载失败()