Pasardana.id - Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy Hartono mengungkapkan bahwa tantangan utama dari proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetyhl ether (DME) adalah investasi jumbo dan nilai ekonomi.
Dijelaskan Widhy, dari hasil kajian kelayakan yang sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang batu bara, termasuk PTBA, dimana harga jual produk DME masih lebih tinggi dibandingkan patokan yang ditetapkan pemerintah, bahkan lebih tinggi dari harga LPG impor.
"Hal inilah yang mendasari program hilirisasi batu bara menjadi DME ini seperti masih jalan di tempat," ucapnya pekan hari lalu.
Dari paparan PTBA dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Senin (5/5) silam, perusahaan pelat merah itu telah menjajaki sejumlah calon mitra baru proyek DME, yaitu CNCEC, CCESCC, Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan ECEC.
Dalam hal ini, hanya ECEC (East China Engineering Science and Technology Co.) yang berminat sebagai mitra investor.
ECEC yang telah menyampaikan proposal awal (preliminary proposal) coal to DME pada November 2024, mengusulkan processing service fee (PSF) indikatif senilai US$412 hingga US$488 per ton.
Angka tersebut lebih besar dibanding ekspektasi Kementerian ESDM, yakni senilai US$310 per ton.
Di sisi lain, harga DME yang dapat dihasilkan yakni senilai US$911-US$987 per ton.
Sementara itu, angka ini juga lebih tinggi patokan DME yang diusulkan oleh Kementerian ESDM pada 2021 yakni sebesar US$617 per ton, belum termasuk subsidi.
Harga DME itu juga jauh lebih mahal dari rata-rata impor LPG ke Indonesia tercatat sebesar $435 per ton pada 2024.
Meski, PTBA memberikan perbandingan biaya subsidi LPG dengan DME apabila harga patokan DME US$911 per ton, berdasarkan perhitungan, nilai subsidi untuk DME bisa mencapai US$710 per ton atau Rp123 triliun per tahun.
Angka tersebut lebih besar dibandingkan nilai subsidi untuk LPG pada kesetaraan DME saat ini sebesar US$474 per ton atau Rp82 triliun per tahun.
Artinya, akan ada risiko kenaikan subsidi sebesar Rp41 triliun per tahun.
Maka dari itu, Widhy merasa skeptis jika insentif yang direncanakan untuk diberikan oleh pemerintah dapat membantu secara signifikan penurunan biaya DME.
Meski dirinya tetap sepakat jika proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini tetap didorong dengan tujuan untuk dapat menyubstitusi LPG, sehingga mengurangi ketergantungan impor LPG yang cukup menguras devisa negara.
Kata Widhy, masih perlu dievaluasi lagi bersama-sama antara pemerintah dengan kalangan pengusaha serta offtaker produknya.
Diketahui, sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuturkan, proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetyhl ether (DME) ini dapat berjalan pada tahun depan.
Bahlil mengatakan, proyek dimethyl ether (DME) menjadi keniscayaan demi mengurangi impor LPG.
Ungkap Bahlil, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME sejatinya sudah didengungkan sejak era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hanya saja, rencana tersebut mandek usai PT Bukit Asam Tbk (IDX: PTBA) ditinggal investor utamanya dari Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemical Inc.
Meski kata Bahlil, proyek hilirisasi batu bara kali ini telah dirampungkan konsep dan pra-feasibility study (pra-FS) oleh Satuan Tugas Hilirisasi.



加载失败()