Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan memeriksa 282 wajib pajak yang melakukan kegiatan ekspor produk turunan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Pemeriksaan dilakukan setelah ditemukan adanya indikasi praktik penyamaran jenis barang atau HS misclassification, praktik underinvoice, serta penghindaran pajak yang dilakukan sejumlah eksportir untuk produk turunan kelapa sawit.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto mengatakan modus tersebut berpotensi menyebabkan kerugian penerimaan negara yang besar dan memperkuat aktivitas shadow economy alias kegiatan yang berlangsung di luar sistem resmi negara dan tidak tercatat dalam sistem perpajakan maupun kepabeanan.
"Jadi rencana kami, kami sudah laporkan kepada Bapak Menteri Keuangan, setelah ini 282 wajib pajak yang melakukan ekspor serupa itu akan kami periksa, akan kami bukper (pemeriksaan bukti permulaan) dan akan kami sidik sesuai dengan kecukupan bukti awal," kata Bimo di Buffer Area New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 1.802 Ton Produk Turunan CPO Langgar Ketentuan Ekspor, Gagal Dikirim ke China |
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Satgasus Optimalisasi Penerimaan Negara, menunjukkan sejak 2022 hingga awal 2025 sejumlah eksportir melaporkan ekspor sebagai POME Oil (HS Code 230690) untuk menghindari kewajiban bea keluar dan pungutan ekspor. Padahal POME (Palm Oil Mill Effluent) sejatinya merupakan limbah cair hasil pengolahan CPO dengan kadar minyak hanya sekitar 0,7% dan tidak layak secara ekonomis untuk diekspor dalam jumlah besar.
Data menunjukkan bahwa volume ekspor POME justru melampaui volume ekspor CPO nasional, serta ditemukan perbedaan signifikan antara data ekspor Indonesia dan data impor negara tujuan (mirror gap). Setelah diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2025 yang membatasi ekspor POME, terjadi peningkatan signifikan ekspor produk turunan CPO yang diberitahukan sebagai fatty matter.
Sebagai informasi, fatty matter tidak termasuk dalam daftar komoditas yang dikenakan bea keluar maupun pungutan ekspor sehingga dimanfaatkan untuk menghindari kewajiban fiskal. Pergeseran modus ini menunjukkan pola adaptif pelaku usaha dalam memanfaatkan celah regulasi untuk menghindari pungutan resmi negara.
Selama 2025 tercatat 25 wajib pajak termasuk PT MMS yang melaporkan ekspor fatty matter dengan total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp 2,08 triliun yang kini sedang dalam tahap pendalaman. Terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya yaitu PT LPMS, PT LPMT dan PT SUNN sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan guna memastikan kebenaran data, kesesuaian nilai transaksi, serta kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Di sisi lain, DJP mencatat 257 wajib pajak yang melaporkan ekspor POME dengan total nilai PEB sebesar Rp 45,9 triliun yang saat ini masih dalam proses investigasi oleh tim penegakan hukum DJP. Dengan demikian, jika ditotal jumlahnya mencapai 282 wajib pajak.
"Saat ini masih dalam proses investigasi tim di DJP, khususnya di Direktorat Penegakan Hukum di DJP. Jadi informasi yang bisa saya berikan seperti itu dan kami akan terus melakukan kerja sama sinergi dengan para penegak hukum yang lain," tutur Bimo.
Saksikan Live DetikPagi:
Tonton juga video "Pemerintah ke Pelaku Ekspor Ilegal Sawit: Tidak Ada Toleransi!"
[Gambas:Video 20detik]
作者:Anisa Indraini -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。

暂无评论,立马抢沙发