Dirjen Pajak-MUI Siap Berdiskusi Terkait Bumi dan Bangunan Tak Layak Kena Pajak

avatar
· 阅读量 1,731

Pasardana.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini menetapkan kebijakan baru terkait Fatwa Pajak Berkeadilan, dimana salah satunya menyoroti masalah pajak yang berulang dan berketidakadilan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada masyarakat.

Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan inti fatwa, bahwa bumi dan bangunan yang dihuni tidak layak dikenakan pajak berulang.

MUI menegaskan, pungutan pajak seharusnya hanya dikenakan kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

Selain itu, Prof Ni'am juga menyarankan agar batas kemampuan finansial wajib pajak (analogi nishab zakat mal, setara 85 gram emas) dapat dijadikan acuan untuk batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

"Jadi, pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak," tegas Prof Ni'am.

Terkait dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan kesiapannya untuk berdiskusi dengan lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendekiawan Islam.

"Kita juga sudah diskusi dengan MUI sebelumnya. Jadi nanti coba kita tabayyun dengan MUI. Karena sebenarnya yang ditanyakan itu PBB-P2 perdesaan perkotaan dan pemukiman itu di daerah," ujar Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, Senin (24/11).

Bimo mengatakan, kebijakan PBB yang menjadi sorotan utama MUI yakni PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sebenarnya sudah diserahkan kewenangan penuhnya kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

Ia pun menjelaskan, berdasarkan undang-undang, kewenangan penetapan kebijakan, tarif, dan dasar pengenaan PBB-P2 sudah menjadi tanggung jawab daerah.

Karena itu, dirinya mengklarifikasi bahwa PBB yang masih berada di bawah kewenangan DJP hanya PBB yang terkait dengan sektor spesifik, bukan pemukiman atau perdesaan/perkotaan.

"Di kami hanya PBB yang terkait dengan Kelautan, Perikanan, Pertambangan, sama Kehutanan," ujarnya.

Kemudian, mengenai PPN, kata Bimo, barang kebutuhan pokok masyarakat memang tidak dikenakan PPN atau dikenakan tarif 0%, sesuai dengan kebijakan saat ini.

Sebelumnya, fatwa tentang Pajak Berkeadilan ditetapkan oleh Komisi A (Fatwa) Musyawarah Nasional (Munas) XI MUI, sebagai tanggapan hukum Islam terhadap masalah sosial yang muncul akibat kenaikan PBB yang dinilai meresahkan masyarakat.

风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。

喜欢的话,赞赏支持一下
回复 0

暂无评论,立马抢沙发

  • tradingContest