Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengantisipasi terjadinya gejolak harga seiring musim hujan yang berdampak pada produksi pangan. Hal itu bisa berpengaruh terhadap laju inflasi Desember 2025.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan inflasi November 2025 melambat ke 2,72% (yoy), lebih rendah dari Oktober 2,86% (yoy) sejalan dengan meredanya tekanan volatile food yang turun ke 5,48% (yoy) dari 6,59% (yoy). Meski begitu, kemungkinan terjadinya gejolak harga ke depan terus diantisipasi.
"Stabilisasi harga pangan terus konsisten dilakukan sehingga beberapa harga komoditas mulai menurun seperti beras, cabai merah dan daging ayam. Meskipun begitu, pemerintah terus mengantisipasi terjadinya gejolak harga seiring masuknya musim hujan yang dapat berdampak pada produksi pangan," kata Febrio dalam keterangan resmi, Selasa (2/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pertamina Pastikan 90% SPBU di Aceh-Sumut Sudah Beroperasi Lagi |
Sementara itu, inflasi inti bergerak pada level 2,36% (yoy) yang diklaim mencerminkan daya beli masyarakat terjaga. Di sisi lain, inflasi Administered Price (AP) sedikit meningkat menjadi 1,58% (yoy) dari 1,45% (yoy) dipengaruhi oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring bertambahnya permintaan.
Febrio memastikan pihaknya akan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan mendorong daya saing ekspor nasional, serta menjaga pasokan domestik terutama memastikan ketersediaan pangan agar tercipta harga stabil.
Terkait hal ini pemerintah memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan masyarakat menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, termasuk dalam penyediaan untuk mencukupi kebutuhan program prioritas pemerintah di tengah tantangan gangguan cuaca.
"Berbagai langkah dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya gejolak harga akibat cuaca ekstrem, di antaranya melalui operasi pasar, penguatan stok, cadangan pangan dan intervensi harga," jelas Febrio.
Sejauh ini perekonomian Indonesia diklaim tetap mempertahankan momentum positif, terlihat dari beberapa indikator seperti PMI manufaktur yang terus ekspansif, neraca perdagangan yang tetap surplus, dan inflasi yang tetap terjaga. Hal itu didukung oleh kuatnya permintaan domestik.
"Kita terus memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang terarah, termasuk stimulus kuartal IV-2025, sekaligus mendorong ekspor yang bernilai tambah dan menjaga ketahanan sektor padat karya untuk mengoptimalkan kontribusi pada ekonomi nasional," ujar Febrio.
Sebagaimana diketahui, PMI Manufaktur Indonesia tercatat ekspansif pada November 2025 di level 53,3. Peningkatan signifikan atas permintaan domestik menjadi faktor pendorong utama yang turut mendukung peningkatan produksi, penyerapan tenaga kerja dan aktivitas pembelian menjelang akhir tahun.
Sementara itu, neraca perdagangan mencatatkan surplus impresif sebesar US$ 35,9 miliar atau tumbuh 44,1% (ctc) sepanjang periode Januari-Oktober 2025. Hal ini utamanya disumbang oleh surplus sektor nonmigas senilai US$ 51,5 miliar.
"Dengan capaian ini, Indonesia kian menunjukkan ketahanan sektor eksternalnya dan peran yang semakin strategis dalam perdagangan global," pungkasnya.
(acd/acd)作者:Anisa Indraini -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:本文所述仅代表作者个人观点,不代表 Followme 的官方立场。Followme 不对内容的准确性、完整性或可靠性作出任何保证,对于基于该内容所采取的任何行为,不承担任何责任,除非另有书面明确说明。

暂无评论,立马抢沙发